Page 104 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 104
ternyata perangnya kalah. Menurutnya, itulah kelemahan akalnya ketika hendak
memulai. Maka itu, meski sangat menderita, dia tidak menyalahkan takdirnya. Tapi
yang menjadi pikirannya ialah perilaku Juki. Takdir apakah yang diberikan Tuhan
dengan akalnya itu. Seandainya perang mereka menang, Juki akan dianggap sebagai
pejuang yang menang. Tapi nyatanya perang mereka kalah, namun Juki tidak
menderita separah Si Dali. Kalau Juki pun dipenjara kondisinya lebih enak. Kalau itu
dinamakan pemanfaatan akal, akal apa yang dia pakai? Apakah karena perjalanan akal
berasal dari watak turunan atau lingkungan mereka yang berbeda? Sampai keluar dari
penjara, dia tetap tidak mampu memecahkan masalah takdir. Sampai di situ dia
berhenti berpikir.
Bagi Si Dali tidaklah penting lagi memikirkan beda takdir yang mereka alami bersama
Juki. Pokoknya mereka telah kembali ke kehidupan bermasyarakat. Masa lalu telah
lewat. Tidak perlu diratapi lagi. Perjalanan hidup masa datang lebih penting dipikirkan
dibanding dengan masa lalu. Namun ketika dia ketemu dengan Marwan, teman sama-
sama mengungsi dulu, sosok Juki tampil lagi dipermukaan.
"Dia? Si Juki itu? Apa yang penting baginya selain dari dirinya sendiri? Istrinya bisa dia
berikan pada orang asal dia bebas dari tahanan." kata Marwan dengan sinis.
Otak Si Dali berbinar-binar antara percaya dengan tidak dan ingin tahu istrinya yang
mana yang tega dia korbankan. "Kau ingat Baiyah, isterinya yang ketiga? Ibu si Oncon?
Dia tidak mau melepas Juki mengungsi lagi ketika APRI menduduki kampung itu.
Akibatnya dia ditawan. Ketika dibawa ke kota, Baiyah ikut. Ditemuinya Komandan
Resimen. Dia minta agar Juki dibebaskan. Komandan itu hanya bisa mengubah Juki
sebagai tawanan politik. Asal...." Marwan menggantung kalimatnya.
"Asal?"
"Maklum. Komandan pertempuran biasa berpikir praktis dan bertindak cepat. Lalu...."
"Lalu apa?" tanya Si Dali ketika Marwan menggantung kalimatnya lagi.
"Baiyah masih muda. Komandan itu membawanya tinggal di rumahnya. Bertugas
sebagai nyai. Dan ketika komandan itu pindah, Baiyah seperti inventaris yang
dioperkan. Sampai Juki dibebaskan setelah perang usai."
"Apa kata Juki?"
"Mana aku tahu apa katanya. Karena aku tidak pernah ketemu dia. Menurut kabarnya
Juki diterima kerja di Departemennya. Berkat bantuan paman si Baiyah." kata Marwan
kian sinis.
Dalam hati Si Dali tertanya-tanya: "Siapa sebetulnya yang berkorban atau yang
dikorbankan?" Jalaran pikirannya berlanjut pada istri Juki yang lain. Rosni dan Sitti.
Apakah mereka ikut berkorban atau jadi korban? Ataukah ikut terseret oleh perjalan
takdir yang berputar di sekitar sumbu sejarah. Bila benar, apa makna manusia sebagai
orang seorang sebagaimana makhluk Tuhan? Lama kemudian Si Dali memperoleh
kesimpulan bahwa perang dibangun oleh manusia yang saling punya super ego.
Kehancuran dan kemusnahan atas manusia tidak lain daripada kiamat yang dijanjikan.

