Page 106 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 106

Si Bangkak

                   Semua orang menyalahkan Mayor Udin menyuruh Si Bangkak yang pandir
                   membersihkan pistol berpeluru. Karena tiba-tiba pistol itu meledak ketika lagi
                   dibersihkan dan ketika itu pula isteri mayor yang kebetulan lewat di halaman. Dia
                   tertembak tepat di jantungnya. Dan mati. Begitulah yang tersiar ke mana-mana di
                   seluruh daerah komando Mayor Udin. Maka semua orang pun datang melayat dan
                   menyampaikan rasa ikut berduka cita.

                   Semua orang tafakur ketika jenazah isteri yang tertembak itu dimasukkan ke liang
                   lahat setelah tujuh pucuk senapan menyalvo. Melebihi upacara militer pada waktu
                   penguburan beberapa orang prajurit yang mati dalam pertempuran tanpa salvo demi
                   menghemat peluru. Si Bangkak duduk mencangkung di lereng bukit sambil nanap
                   memandang ke kaki bukit tempat upcara berlangsung. Tak terbaca pada wajahnya apa
                   guratan dalam jatinya, sama seperti sediakala, Seorang saja yang tidak ikut bersedih
                   waktu itu. Yaitu Kepala Desa. Bertahun-tahun kemudian Si Dali tahu, mengapa Kepala
                   Desa itu tidak ikut bersedih. Bertahun-tahun kemudian pula Si Dali menceritakan
                   peristiwa yang sebenarnya terjadi.

                                                           ***

                   Ketika pasukan Mayor Udin menyingkir ke pedalaman karena kota telah dikuasai
                   lawan, Si Bangkak pun ikut menyingkir. Tak jelas benar mengapa dia ikut ke
                   pedalaman. Dia bukan tentera. Juga bukan pejabat. Mungkin karena ikut- ikutan saja
                   demi melihat semua orang pada meninggalkan kota secara hampir serempak.

                   Si Bangkak berbadan kekar dengan tingginya sekitar 165 senti. Sedikit orang saja yang
                   sama tingginya dengan Si Bangkak di masa itu. Meskipun demikian, dia bukanlah laki-
                   laki yang menarik. Cirinya khas pada tubuhnya ialah pada kening di atas hidungnya ada
                   daging yang membengkak sebesar kuning telur mentah yang lepas dari putihnya.
                   Karena itulah dia dinamakan Si Bangkak. Kakinya seperti tidak berbetis, hampir sama
                   besarnya dari bawah lutut sampai ke mata kaki. Tapi kaki itu kuatnya bukan main. Tak
                   pernah lelah. Setiap berjalan langkahnya cepat seperti berlari tanpa alas kaki. Dengan
                   langkah seperti itu pula dia pergi bila saja ada orang menyuruhnya. Siapapun dapat
                   menyuruhnya. Tapi jangan harap dia akan mau kalau disuruh membawa barang berat,
                   meskipun dikasi makan atau uang.

                   Si Bangkak mempunyai kepandaian khusus, yang tidak semua orang bisa melakukannya.
                   Dia pintar memijat. Dan lembut sentuhannya. Orang akan terkantuk-kantuk bila
                   seluruh tubuhnya dipijat Si Bangkak. Kepandaian khusus itulah yang menyebabkan
                   Mayor Udin, yang sering masuk angin sangat membutuhkan Si Bangkak. Selama di
                   pedalaman Mayor Udin hampir praktis kurang tidur. Ada kalanya dia tidak sempat tidur
                   sampai dua hari dua malam. Kurang tidur bukan karena mengatur taktik dan strategi
                   perang. Melainkan karena keasyikan main ceki, sebagai pengisi waktu yang luang dan
                   panjang karena tidak ada musuh yang datang menyerang.

                   Sekali waktu Nunung, isteri Mayor Udin, diserang sakit kepala yang amat sangat. Dua
                   aspirin yang ditelannya tidak menolong. Sedangkan Mayor Udin sedang tidak bisa
                   diganggu. Lagi asyik main ceki dalam posisi kalah. Dia marah dipanggil isterinya dari
   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111