Page 107 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 107
kamar tidur. Sangka Mayor Udin, Nunung lagi masuk angin, seperti yang sering
dialaminya sendiri. Yang apabila telah dipijat Si Bangkak selama setengah jam, sakit
kepalanya hilang dan kemudian dia tertidur dengan pulasnya.
"Bangkak." panggil Mayor Udin. "Unimu sakit kepala. Pijat dia."
Tanpa banyak pikir Si Bangkak yang lagi duduk di ambang pintu, segera berdiri.
Langsung menuju Nunung ke kamar tidur. Nunung yang tak tahan lagi menderita sakit,
dan tahu Si Bangkak disuruh suaminya, lantas berkata: "Ya. Tolong pijat cepat."
katanya sambil memberikan botol balsem.
Setelah kening dan tengkuknya dipijat, rasa sakit kepala Nunung memang dirasanya
berkurang. Lalu Si Bangkak disuruhnya memijat punggugnya juga, seperti yang biasa
dilakukan pada Mayor Udin. Sambil menelungkup dirasakannya benar betapa enaknya
pijatan Si Bangkak. Dia pun mulai terkantuk.
Sekali merasa enaknya dipijat, kecanduanlah dia. Sejak itu, bila Mayor Udin asyik main
ceki di ruang depan, bila sakit kepala Nunung pun datang. Si Bangkak dipanggilnya
untuk memijat. Peristiwa itu memang tidak perlu dicurigai. Nunung dan Mayor Udin
sepasang anak manusia yang jatuh cinta semenjak masa remaja, sama-sama cinta
pertama. Keduanya dipercaya tak pernah terlibat kasih dengan fihak ketiga dalam
situasi apapun. Lagi pula lebih sering ada perempuan lain di kamar itu. Namun selalu
jadi bahan olok-olok oleh banyak perwira sampai ke prajurit, dengan mengatakan
bahwa mereka lebih suka jadi Si Bangkak saja di masa perang itu.
Nunung lalu berkhayal, apabila Mayor Udin sampai terlelap karena betisnya dipijat,
maka dia pun ingin pula mencoba. "Apa salahnya, Si Bangkak, biar laki-laki, dia cuma
Si Bangkak. Lagi pula pintu kamar selalu terbuka. Dan ada perempuan lain
bersamanya." katanya dalam hati.
Nunung keenakan dipijat. Mayor Udin tak terganggu lagi oleh erangan Nunung yang
diserang sakit kepala, bila dia main ceki. Namun keduanya tidak tahu bagaimana
perasaan hati Si Bangkak setiap memijat Nunung yang berkulit mulus itu.
***
Menurut Kepala Desa, dia melihat benar Si Bangkak menodongkan pistol ke isteri Mayor
Udin. Lalu menekan pelatuknya. Tapi dia tidak mau mengatakan apa yang dilihatnya
kepada siapapun. Karena tidak ada untung-ruginya menghukum Si Bangkak. Katanya:
"Bagaimana pun pandirnya Si Bangkak, dia 'kan seorang laki-laki. Bukan anak kecil
ingusan atau orang gaek jompo."
Maka Si Dali dapat merasakan betapa tersiksa hati Si Bangkak setiap memijat
perempuan itu. Justru karena bodohnya itulah dia sampai mampu melakukan apa yang
tidak mungkin dilakukan oleh laki-laki lain, jika disuruh memijat perempuan muda
yang mulus kulitnya. Karena bodohnya itulah dia membunuh setan di kepalanya
dengan menembak isteri seorang mayor.
Dari Kumpulan Cerpen "Kabut Di Negeri Si Dali"
1 Mei 1996

