Page 105 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 105
Dalam masa kiamat setiap makhluknya akan menemui dirinya sendiri, sebagai yang
beriman atau sebagai pengikut Dajjal yang menjanjikan kenikmatan atas kesengsaraan
orang lain.
Kesimpulan itu telah meredakan kebalauan pikirannya. Sehingga dia bisa tertidur. Tapi
dalam mimpinya, kasus Juki mengapung lagi dengan pertanyaan: "Termasuk golongan
makhluk apa sahabatnya itu?"
***
Bertahun-tahun kemudian Si Dali ketemu juga dengan Juki. Sudah sama-sama tua.
Selain dari hampir seluruh kepalanya kehabisan rambut, kondisi fisik Juki lebih kokoh
dan gerakannya masih gesit. Demikian pula waktu ketawa mulut Juki lebih lebar.
Sebenarnya Si Dali ingin bertanya banyak. Namun keinginan itu dilepaskannya.
Menurutnya, buat apa menanyakan kebahagiaan orang. Lebih afdol menanyakan
kesulitan hidup orang sebagai tanda prihatin.
Setelah mengudap beberapa potong gorengan dan mereguk kopi di restoran mungil itu,
sambil bicara hilir mudik, akhirnya Juki bercerita juga tentang dirinya. Bahwa selama
di Jakarta Juki telah tiga kali lagi menikah, tidak menarik hati Si Dali. Orang seperti
Juki yang tukang kawin, akan terus kawin lagi bila ada kesempatan. Orang yang tukang
kawin, otomatis jadi tukang cerai istri. Selalu punya alasannya untuk kawin lagi dan
untuk cerai lagi. Namun Si Dali ingin tahu juga tentang Baiyah yang selalu berusaha
dengan caranya untuk menjaga Juki agar tidak kesulitan.
"Dia selalu menuntut lebih dari kemampuanku dengan menyebut-nyebut usaha dan
pengorbanannya di masa lalu. Seperti menuntut imbalan. Kau tahu apa yang
dinamakannya korban? Apa itu betul-betul bernama korban?" kata Juki setelah lama
juga mereka terdiam.
Setelah mengalih bahan omongan ke berbagai situasi politik yang sedang berlangsung,
Si Dali terkaget dalam hatinya ketika Juki menceritakan, bahwa istrinya yang terakhir
perempuan Belanda. "Dulu dia mengajar di IPB. Sering ketemu aku di Departemen. Dia
kerasan tinggal di sini. Ketika kontraknya hampir habis, dia bingung. Lalu aku katakan:
"Jangan bingung. Kawin dengan orang Indonesia. Kalau kau mau tinggal terus di sini."
Lalu apa katanya? Kau tahu? "Apa kau mau?" katanya. Tentu saja aku bilang. "Kenapa
tidak?" Kini dia jadi konsultan di BTN."
"Kau pikir perkawinan demikian bisa langgeng?" tanya Si Dali.
Sebelum selesai Si Dali bicara, Juki lantas memotong. "Ah, itulah kau. Sejak dulu tidak
mau berobah. Selalu berpikir serius. Pada hal dunia ini tempat hidup serba main-main.
Untuk main-main orang buat panggung untuk pesta musik dan teater. Atau arena olah
raga besar untuk pesta olimpiade. Anak kecil main gundu. Orang dewasa main golf.
Kalau habis untung perkawinan, ya bubar. Tak usah dipikirkan amat."
Hampir saja Si Dali mau muntah karena ada perasaan mual berat pada perutnya.
Sampai mereka berpisah rasa mual itu masih dirasakannya.
Dari Kumpulan Cerpen "Kabut Di Negeri Si Dali"
Kayutanam, 1 Juli 1990

