Page 103 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 103

Bedanya dengan ruangan tahanan batalyon, di penjara tidak ada lagi terdengar suara
                   pekikan tawanan yang kena pukul. Akan tetapi rasa ketakutan masih terus mencekam.
                   Karena hampir setiap malam ada saja tawanan yang dijemput orang-orang bersenjata,
                   tapi tidak pernah kembali lagi. Kalau ditanya kepada pengawal penjara, jawabnya
                   singkat saja. "Sudah dikirim ke bulan." Dan itu artinya mereka tidak di dunia lagi.

                   Yang dinamakan tempat mandi di penjara itu letaknya di tengah halaman terbuka. Di
                   sekitarnya blok ruang tahanan. Ada dua sumur persegi empat yang panjang. Pada
                   masing-masing sumur disediakan empat timba bertali. Delapan timba untuk seratus
                   lebih tahanan yang harus selesai mandi dan berak selama satu jam. Tentu saja tidak
                   mungkin semua mereka bisa mandi. Paling-paling hanya bisa membasahi badan dengan
                   seember air.

                   Di sana, pada suatu hari Si Dali ketemu bermuka-muka dengan Juki. Tapi bukan waktu
                   mandi. Melainkan ketika Si Dali bertugas membersihkan ruang mandi pada waktu
                   menjelang tengah hari, Juki datang hendak mengambil air wuduk untuk sembahyang
                   berjemaah tahanan politik. Meski tidak berpelukan, pertemuan kedua sahabat itu
                   hangat juga. Juki mengguncang-guncang tangan Si Dali kuat sekali. Hanya sebentar,
                   tangan itu dilepaskannya. Dia mundur selangkah sambil menatap seluruh tubuh
                   temannya. Kemudian dia menggeleng-gelengkan kepala dengan pancaran wajah yang
                   hiba.

                   "Jangan ceritakan apa-apa. Aku sudah tahu yang kau alami. Puluhan, mungkin ratusan
                   orang yang mengalami seperti yang kau derita. Kuatkan hatimu. Perang ini sudah akan
                   berakhir. Tak lama lagi. Begitu koran memberitakan." kata Juki. Dan seperti tiba-tiba
                   ingat sesuatu, Juki bertanya sambil mengeluarkan sebungkus rokok dari kantong
                   piyamanya. Piyama yang dibelikan istri ketiganya dulu. "Kau merokok?"

                   "Tidak." kata Si Dali sambil menggeleng.

                   "Kasi pada teman-temanmu. Di penjara rokok sulit." Kata Juki lagi.

                   Ketika mereka hendak berpisah Si Dali bertanya: "Juki, kenapa kau bisa jadi tahanan
                   politik?"


                   "Menggunakan ini." kata Juki sambil mengetok-ngetok batok kepalanya dengan jari
                   telunjuk.

                                                           ***

                   Si Dali tidak menyesali jalan hidupku yang dia rancang dan lalui. Karena dia
                   menghayati benar makna tulisan H. Agus Salim dalam buku "Takdir, Iman dan
                   Tawakal." Maksudnya kira-kira: "Ada takdir yang tidak bisa dipikirkan akal, yaitu lahir
                   dan mati. Lainnya, takdir yang datang karena bersebab dan berakibat. Karena manusia
                   berbuat sesuatu pada suatu waktu dan pada suatu tempat, maka berakibat tertentu
                   pada diri sendiri. Berbuat dan berakibat oleh perbuatan itulah yang harus dipikirkan
                   oleh akal supaya hidup selamat dunia dan akhirat."

                   Si Dali telah memilih hidup ikut berjuang bersama teman-teman sepaham, yang dia
                   tahu apa akibatnya: menang atau kalah. Si Dali tentu berpikir untuk menang. Tapi
   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107   108