Page 102 - Microsoft Word - AA. Navis - Rubuhnya Surau Kami _Kumpulan Cerpen_
P. 102

"Ah, itu sama dengan judi dalam dongeng."

                   Mereka berdebat terus tak putus-putusnya. Si Dali dengan emosi. Sedangkan Juki tak
                   pernah kehilangan helah. Yang melerainya beduk Magrib ditabuh orang. Melerai
                   perdebatan, bukan pandangan hidup mereka.

                                                           ***


                   Tiba juga gilirannya desa itu diduduki musuh, Semenjak itu Si Dali tidak pernah
                   ketemu Juki lagi. Entah kemana dia lari. Menurut sangka Si Dali, di setiap desa
                   pengungsian Juki pasti menikah lagi.

                   Pada pengungsian terakhir, yakni setelah desa pengungsian Si Dali ke lima diduduki
                   musuh pula, dia diangkut ke kota sebagai tawanan. Pada mulanya dia disekap bersama
                   puluhan tawanan lainnya di salah satu gudang dalam komplek asrama batalyon. Selama
                   tiga bulan. Selama jadi tawanan itu, Si Dali merasa arti dan harga dirinya sebagai
                   manusia betul-betul tidak ada lagi. Dia dihina, dicaci, dipukul sampai hampir seluruh
                   tubuhnya membiru dan juga disulut dengan api rokok.

                   Waktu mengambil makanan dia harus antri dengan berjongkok. Si penjaga mendorong
                   piring nasinya dengan kaki. Dia ingat film "Stalag 17" yang dibintangi William Holden,
                   mengisahkan tentera Amerika dalam kamp tawanan Nazi Jerman pada masa Perang
                   Dunia Kedua. Tidak ada penyiksaan oleh tentera pemenang terhadap musuh yang
                   kalah. Karena penderitaan itulah setiap selesai sembahyang Dali berdoa kepada Tuhan:
                   "Ya, Tuhan, berilah semangat kawan-kawanku agar bertempur terus. Karena itu lebih
                   baik dari pada jadi tawanan."

                   Si Dali tidak tahu, apakah doanya dikabulkan Tuhan. Yang dia tahu, ketika dipindahkan
                   ke penjara umum, bekas luka bakar oleh api rokok telah sembuh. Hanya bekas-bekas
                   saja yang menghitam. Kulit tubuhnya yang biru memar oleh bekas pukulan dan
                   tendangan tidak terlihat lagi. Tapi dagunya miring ke kanan dan sebagian giginya
                   rontok.

                   Di penjara itulah Si Dali ketemu Juki lagi. Sekilas saja dia sudah tahu itu temannya.
                   Tapi Juki seperti tidak mengenalnya atau tidak mau mengenalnya lagi. Juki
                   menempati ruangan di samping kantor sipir. Sedangkan Si Dali pada bangsal berbau
                   kencing, yang ditempati oleh lebih dari dua puluh orang, hingga tidurnya berdesakan
                   pada balai-balai besar yang terpasang dari dinding depan ke dinding belakang. Tengah
                   malam, bila ada yang mau kencing, lepaskan saja di lantai. Besok pagi disiram lagi.
                   Namun baunya tak kunjung hilang.

                   Dari omong-omong sesama tahanan, di penjara itu ada dua golongan tahanan. Yang
                   mendapat kamar untuk empat tempat tidur sejajar dengan kantor penjara, ialah
                   tahanan politik. Sedangkan yang lain sebagai penjahat perang. Yang tersangka sebagai
                   penjahatan perang, sewaktu-waktu ada yang diambil tengah malam dan tidak pernah
                   kembali. Si Dali tergolong penjahat perang. Antara kedua golongan tahanan itu tidak
                   boleh berkomunikasi. Pada mulanya tahanan politik dapat menerima kunjungan istri
                   atau keluarga sekali sebulan. Kemudian dua kali sebulan. Tidak demikian dengan
                   tahanan penjahat perang. Tidak dibenarkan menerima tamu.
   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107