Page 9 - Artikel 15 Gabung Jadi Ebook
P. 9

Nurlaeli Mutamariah#Hari ke-2#Tulisan ke-3#belajarmenulis#11062020

                   3.  Di Balik Namaku Ada Jodohku


               Perkenalkan nama aku, nama panjang sesuai dokumen negara adalah Nurlaeli Mutamariah.
               Nama kecilku, nama panggilan keluarga ‘Enung’ (panggilan kesayangan di tatar Sunda) sampai

               kini nama itu masih melekat erat di diriku dan panggilan ini masih dipakai keluargaku. Aku
               bangga punya nama ini. Nama pemberian kedua orang tuaku, namaku adalah doa dan harapan

               keluarga untuk diriku. Teman-teman SD memanggil aku dengan ‘Enung’, teman SMP sampai
               Perguruan Tinggi memanggil aku dengan ‘Enur’. Kini rekan kerjaku memanggil ‘Leli’, potongan

               dari nama panjangku. Ada pula yang memaggil aku dengan ‘Enur’, begitu pun dengan siswa-

               siswa ada yang memanggil Bu Nur dan ada yang menyebut Bu Leli. Semua panggilan aku terima
               dengan suka cita, apa pun panggilanku yang penting panggilan itu baik bagi diriku.


               Mengenai nama itu, aku tidak pernah bertanya pada kedua orang tuaku, mengapa aku diberi

               nama tersebut. Sampai suatu saat, bibiku bercerita mengenai latar belakang namaku. Keluargaku
               termasuk kedua orang tuaku tahun 1965 masih tinggal dengan nenek dan kakek dari ibuku di

               tengah Kota Bandung, Jalan Otto Iskandardinata, Gg. Awiwulung, sebuah gang sempit yang
               berada di tengah Kota Bandung. Asal bapak dan ibuku dari Garut. Seluruh keluarganya merantau

               ke Bandung.


               Aku dapatkan latar belakang namaku dari bibiku, suatu malam akhir Juli 1965 di Masjid Alun-
               alun Bandung ada acara Mutamar Muhammadiyah yang dihadiri para tokoh agama, para pejabat

               Kota Bandung dan pejabat-pejabat dari seluruh pelosok tanah air. Termasuk masyarakat

               Bandung menyaksikan acara tersebut dengan berbondong-bondong menghadiri momen itu,
               termasuk bapak ibuku. Mereka bukan tokoh agama atau pun pejabat tetapi rakyat kecil yang

               ingin menyaksikan acara tersebut. Di tengah acara, ibuku tiba-tiba meringis karena perutnya
               kram, mulas-mulas yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bapakku bapak siaga 24 jam,

               ibuku langsung dibawa pulang dengan mengendarai becak. Perjalanan dari Masjid Agung

               Bandung ke Gg. Awiwulung tidak memakan waktu lama karena jaraknya yang tidak terlalu jauh.
   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14