Page 5 - Flik coba_Neat
P. 5
BAB II
Asal Usul Orang Minangkabau
1. Asal usul orang Minangkabau berdasarkan historiografi tradisional
Asal usul orang Minangkabau dikisahkan dalam Tambo, yakni kisah yang
disampaikan dengan lisan secara turun temurun di tengah masyarakat Minangkabau.
Karya sastra ini biasanya disebut dengan istilah historiografi tradisional, yakni penulisan
sejarah suatu negeri berdasarkan anggapan atau kepercayaan masyarakat setempat
secara turun temurun (Djamaris, 2002). Karya sastra sejarah ini tergolong jenis sastra
yang penting dan banyak jumlahnya dalam sastra Melayu, seperti Sejarah Melayu,
Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Aceh, Hikayat Banjar, Silsilah Kutai, dan lain
sebagainya.
Kata Tambo berarti sejarah, silsilah keturunan, riwayat zaman dahulu. Sesuai
dengan pengertian tersebut maka tambo dianggap oleh sebagian orang sebagai karya
sejarah kritis yang berisi uraian tentang fakta dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada
masa lampau di Minangkabau. Pikiran tersebut tidak seluruhnya benar, menurut Mansoer
(1970) ahli sejarah Minangkabau merasa kecewa meneliti tambo dari segi sejarah karena
di dalam tambo hanya terdapat 2% fakta sejarah yang tenggelam dalam 98% mitologi.
Orang Minangkabau hingga saat ini masih mempercayai bahwa nenek moyang
mereka merupakan keturunan dari Sultan Iskandar Zulkarnain atau yang dikenal sebagai
Alexander Yang Agung. Menurut Tambo nenek moyang orang Minangkabau adalah
Maharajo Dirajo, salah seorang putra dari Sultan Iskandar Zulkarnain, raja Mecedonia.
Tersebut dalam tambo:
“tatkalo maso dahulu – rajo batigo naik naiak nobaik – nan sorang Maharajo Alif –
nan pai ka banur ruhum – nan sorang Maharajo Di Pang – nan pai ka banur Cino
– nan sorang Maharajo Di Rajo – manapek ka pulau Ameh nangko”. (Tatkala masa
dahulu, raja bertiga naik nobat, yang seorang Maharaja Alif, yang pergi ke benua
(negeri Rumawi Timur), yang seorang Maharaja Di-Pang yang pergi ke benua
Cina, yang seorang Maharaja Di Raja, yang mendapat ke pulau Emas ini) (M.
Rasjid Manggis, 1987).
Dari tambo dikisahkan tiga orang putra Sultan Iskandar Zulkarnain, yang tertua
bernama Maharaja Alif menjadi raja di benua Ruhum (Romawi Timur), yang tengah
Maharaja Dipang menjadi raja di benua Cina, dan yang bungsu bernama Maharaja Diraja
berlayar hingga ke selatan. Selain membawa istri, Maharaja Diraja juga membawa Cati
Bilang Pandai, Harimau Campa, Kucing Siam, Kambing Hutan, dan Anjing yang Mualim.
Maharajo Dirajo berlayar ke timur hingga sampai di suatu tempat yang bernama Lagundi
Nan Baselo, seterusnya ia ke Gunung Merapi yang ketika itu sebesar telur lalu
menyentak naik, sedangkan laut menyentak turun. Di sanalah ia membangun pemukiman
yang dinamakan Pariangan Padang Panjang (Navis, 1989). Hal ini juga tersebut dalam
tambo “dari mano titiak palito, dibaliak telong nan batali, dari mano asa niniak kito, dari
ateh Gunuang Marapi” (dari mana titik pelita, di balik telong yang bertali, dari mana asal
nenek kita, dari atas Gunung Merapi).
Kebanyakan suku bangsa di dunia mengaitkan asal usul mereka dengan tokoh
fenomenal yang berpengaruhi di zamannya atau keturunan dari dewa, misalnya bangsa
Jepang yang menghubungkan nenek moyang mereka dengan Dewa Matahari, dan
bangsa Romawi yang menghubungkan nenek moyang mereka dengan Dewa Romus dan
Romulus (Hardi & Naldi, 2013; Hidayah, 1996).
4