Page 9 - Lolotabang dan Biuqbiuq
P. 9
Kulitnya putih mulus, lehernya jenjang, matanya yang
hitam legam dibingkai bulu mata yang lentik memancarkan sinar
sendu yang selalu membuat orang ingin melindunginya. Wajahnya
bulat telur dan manis, seolah-olah Tuhan tengah berbahagia saat
memahat wajah gadis itu di surga. Bibirnya merah seperti bunga
mawar yang malu-malu merekah. Tubuhnya tinggi semampai
dengan lekuk yang sempurna. Biuqbiuq takkan heran jika Tuan
Bangsawan langsung terpesona pada pandangan pertama saat
melihat kakaknya itu.
Tiba-tiba ia mencengkeram lengan kakaknya kuat-kuat
hingga kukunya menggores kulit sang kakak.
“Aduh!” pekik Lolotabang tertahan.
“Kak, kita harus segera pergi dari sini!” kata Biuqbiuq.
Kening Lolotabang yang putih berkerut.
“Apa maksudmu, Dik? Mengapa kita harus pergi dan ...
mau pergi ke mana?”
Sang adik, yang usia dan kecantikannya terpaut jauh di
bawah sang kakak, diam. Ya, ke mana mereka akan pergi? Mereka
adalah dua bersaudara yang sejak kecil tidak berayah dan tidak
beribu. Tidak ada saudara lain tempat berlindung, tidak ada teman
tempat mengadu.
“Kau khawatir tentang Tuan Bangsawan?” tanya
Lolotabang memecah kebekuan di antara mereka.
3