Page 37 - Cikal Cerita rakyat dari DIY
P. 37
“Ayah…,” bisik Sekar Pandan kepada ayahandanya.
“Ya, Sekar?”
“Sakitku telah sembuh, Ayah. Tubuhku terasa sangat nyaman. Beban
yang semula membebaniku telah sirna.”
“Sembuh?” tanya Gusti Adipati Prasangkara seperti tidak percaya.
“Benar, Ayah.”
“Oh, Tuhan. Aku bersyukur kepada-Mu atas peristiwa ini.”
Tarian yang dibawakan oleh Sekargunung dan Sriyanti masih terus
berlangsung. Suasana gamelan cokekan dan nyanyian pesinden bersama
mengalun mengarungi malam di pendopo kadipaten. Sewaktu tarian itu
selesai, suara tepuk dan ungkapan rasa kagum bergema memenuhi ruangan
pendopo itu.
“Saudaraku warga Kadipaten Calapar, peristiwa malam ini luar biasa
bagi kita semua. Ketahuilah, anakku, Sekar Pandan sekarang sudah sembuh
dari sakitnya,” tutur Gusti Adipati Prasangkara.
Mendengar pernyataan itu, semua yang hadir seperti tidak percaya.
Akan tetapi, sekarang mereka semua dapat melihat dengan mata kepalanya
sendiri Sekar Pandan berdiri dengan wajah gembira. Mereka melihat Sekar
Pandan sedang berjalan mendekati Sekargunung dan Sriyanti.
“Sekargunung dan Sriyanti, berdiri dan mendekatlah kepadaku,” pinta
Sekar Pandan kepada dua penari tledhek yang sekarang duduk bersama
rombongan keseniannya itu.
Kedua penari tledhek itu pun berdiri dan berjalan mendekat kepada
Sekar Pandan.
“Kedua penari inilah yang dapat memberikan jawaban atas
kebingunganku selama ini. Kebingunganku itulah yang menjadikan aku
sakit. Selama berminggu-minggu lamanya aku dibayangi oleh mimpi melihat
dua kuntum bunga yang sangat indah. Akan tetapi, aku tidak tahu di mana
32