Page 53 - E-MODUL KEDATANGAN BELANDA DI INDONESIA
P. 53
E. Tes Formatif
1. Identifikasilah berbagai dampak krbijakan tanam paksa di Indonesia!
2. Identifikasilah berbagai dampak kebijakan politik pintu terbuka!
3. Identifikasilah berbagai dampak kebijakan undang-undang agraria!
4. Identifikasilah berbagai dampak kebijakan undang-undang gula!
5. Identifikasilah berbagai dampak kebijakan politik etis!
F. Case Based Learning
Melalui materi yang telah disampaikan pada bab III, peserta didik diharapkan mampu
untuk menyelesaikan kasus yang diberikan. Untuk itu silahkan cermati petunjuk mengerjakan
soal dibawah ini:
a) Petunjuk Mengerjakan Soal :
1. Peserta didik memahami materi yang telah dipelajari tentang pengaruh kebijakan
Bangsa Belanda di Indonesia dan akhir kekuasaan Belanda di Indonesia.
2. Baca dan pahami dengan seksama kasus yang telah diberikan.
3. Setelah dibaca dan dipahami jawablah pertanyaan dengan tepat dan benar
b) Kasus : Politik balas budi pemerintah Hindia Belanda
Politik balas budi adalah program yang diberikan oleh Belanda untuk kesejahteraan
pribumi karena telah diperlakukan secara tidak adil dan dieksploitasi kekayaan alamnya selama
masa penjajahan. Politik balas budi dicetuskan oleh Conrad Theodor van Deventer dalam
tulisannya, Een Eereschuld (Utang Kehormatan) pada 1899. Politik balas budi disebut juga
politik etis, yang berisi tiga cara untuk menyejahterakan rakyat Indonesia. Tiga cara untuk
memperbaiki nasib rakyat dalam politik etis meliputi edukasi (pendidikan), irigasi (pengairan),
dan emigrasi (perpindahan penduduk). Namun di sisi lain, tujuan politik etis tidak sepenuhnya
terwujud karena banyak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya yang semakin
membuktikan bahwa program ini sejatinya didesain agar lebih menguntungkan Belanda. Bukti
bahwa politik balas budi oleh Pemerintah Belanda bukan untuk kepentingan rakyat Indonesia
adalah adanya hidden colonialism (kolonialisme tersembuyi). Dalam program pendidikan
misalnya, terdapat diskriminasi antara golongan priayi atau anak pejabat dengan rakyat biasa.
Meski dibangun sekolah, tetapi akses bangku sekolah lebih luas didapatkan oleh golongan
lapisan atas daripada rakyat biasa.
Rakyat jelata hampir tidak ada kemungkinan untuk dapat memasukkan anaknya ke
sekolah menengah atau sekolah tinggi karena mahalnya biaya. Pada merencanakan program
45