Page 146 - CHAIRIL ANWAR - Aku_Ini_Binatang_Jalang
P. 146

semacam  mitos;  kita  suka  lupa  bahwa  sajak-sajak  yang  ditulis
                  menjelang kematiannya menunjukkan sikap hidup yang matang
                  dan mengendap meskipun umurnya baru 26 tahun. Kita umumnya
                  lebih  suka  membayangkan  semangat  hidup  penyair  ini  seperti
                  yang terungkap dalam sajak-sajaknya “Semangat” dan “Kepada
                  Kawan”, padahal dekat-dekat kematiannya ia menulis larik-larik
                  sebagai berikut:

                     DERAI-DERAI CEMARA

                     cemara menderai sampai jauh,
                     terasa hari jadi akan malam,
                     ada beberapa dahan di tingkap merapuh,
                     dipukul angin yang terpendam.

                     aku sekarang orangnya bisa tahan,
                     sudah berapa waktu bukan kanak lagi,
                     tapi dulu memang ada suatu bahan,
                     yang bukan dasar perhitungan kini.

                     hidup hanya menunda kekalahan,
                     tambah terasing dari cinta sekolah rendah,
                     dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan,
                     sebelum pada akhirnya kita menyerah.

                     Penyair yang pada usia 20 tahun meneriakkan keinginan untuk
                  “hidup seribu tahun lagi” ini, pada usia 26 tahun menyadari bahwa
                  “hidup  hanya  menunda  kekalahan...  sebe lum  pada  akhirnya
                  kita  menyerah”.  Sajak  ini  merupakan  semacam  kesimpulan
                  yang  diutarakan  dengan  sikap  yang  sudah  mengendap,  yang
                  sepenuhnya  menerima  proses  perubahan  dalam  diri  manusia
                  yang  memisahkannya  dari  gejolak  masa  lampau.  Proses  itu
                  begitu  cepat,  sehingga  “ada  yang  tetap  tidak  diucapkan”  —
                  sesuatu  yang  tentunya  mengganjal  di  tenggorokan  —  “sebelum
                  pada akhirnya kita menyerah”. Pengutaraan sajak ini pun tertib
                  dan  tenang:  masing-masing  bait  terdiri  dari  empat  larik  yang
                  sepenuhnya  mempergunakan  rima  a-b-a-b.  Citraan  alam  yang
                  dipergunakan Chairil Anwar pun menampilkan ketenangan itu:
                  suara deraian cemara sampai di kejauhan yang menyebabkan hari
                  terasa akan menjadi malam, dan dahan yang di tingkap merapuh



                                                                       121




        Buku Puisi Chairil Anwar_isi.indd   121                            6/27/11   3:42 PM
   141   142   143   144   145   146   147   148   149   150   151