Page 182 - The Survifers - XII IPS 2 - Paperslab
P. 182
HEART FROM THE PAST
Suwarno S. Darul
Prolog
Titik titik lampu di kejahuan, hingga yang jaraknya hanya beberapa
meter dari tempatku berdiri, terasa menyilaukan aku merapatkan kelopak mata.
Ketika membukanya lagi, pubggubg yang tadi membelakangi ku membaik
setelah sekian lama. Hal pertama yang kemudian kutangkap adalah emblem
Manchester United yang melekat pada jaket berbahan denim yang sejajar
dengan tinggi kepalaku. Baru kusadari bahwa sejak tadi aku tidak berdiri lurus
di hadapan laki-laki itu, melainkan menyerong menghadap dadanya yang
sebelah kiri. Dekat dengan tempat di mana jantungnya berdenyut.
Aku ingin mendekat, tetapi selangkah yang kuambil ke depan akan ia
tukar dengan dua langkah ke belakang. Sia-sia.
“Timur, aku juga nggak mau semua jadi seperti ini,” kataku lirih.
Seandainya jalan kompleks tempat kami berada sekarang tidak sedang benar-
benar sepi, suaraku tidak akan sampai ke telinganya.
Laki-laki itu, yang kupanggil Timur, menyelipkan jemarinya yang
panjang-panjang di antara helai rambut gondrongnya yang luruh ke kening.
Sebagian menghalangi sorot matanya. Ketika disisihkan, kini aku tahu
bagaimana cara Timur menatapku. Gabungan antara marah, jijik, dan putus
asa.
“Walaupun aku bahkan nggak tau apa yang sebenernya terjadi, kalau
dengan aku minta maaf akan membuat kamu lebih baik, aku akan lakukan.”
Aku akan meminta maaf karena sudah tak hadir pada detik-detik terakhir
kepergian seseorang yang dicintainya—orang yang juga kucintai sebanyak aku
mencintai Timur itu sendiri. Aku akan meminta maaf karena telah
membiarkannya berkubang dalam kesepian beberapa hari terakhir, telah
mengatakan apa-apa yang tak tepat hanya karena tak sanggup menekan
keingintahuanku sendiri. Tak apa-apa, Timur. Aku belum lelah mencintaimu,
dengan atau tanpa rahasia-rahasia itu. Kamu boleh terus menyimpannya. Kamu
juga boleh membaginya denganku—hanya jika kamu mau dan siap.
Apa saja. Apa pun itu akan aku lakukan. Asal binar yang kutemukan
diam-diam saat menyusun maket-maket untuk tugas akhir semesternya, saat ia
menyuapkan bubur untuk ibunya yang terserang demam berdarah waktu itu,
saat ia bersorak di depan televisi yang menyiarkan pertandingan Barclays
Premier League, kembali.
172