Page 185 - The Survifers - XII IPS 2 - Paperslab
P. 185
Aku meluruskan belakang rokku yang kusut selagi berdiri. Lalu, keluar
dari lorong-lorong yang menjadi bagian dari gedung tahanan ini. Di luar, aku
melihat Pak Sadil—pengacara Bapak—sedang duduk di kursi besi yang sama
persis seperti yang kutempati di dalam tadi. Dari caranya memandangi pintu
keluar, yang seolah mengantisipasi kedatanganku, dan lambaian tangannya
yang sarat urgensi, aku tahu ia sengaja menungguku.
Aku duduk di samping Pak Sadil dalam posisi menyerong sehingga
kami berhadapan. Ujung sepatunya yang senantiasa mengilap bertemu
dengan sepatu Converse-ku yang sudah seharusnya masuk laundry. Usia
Pak Sadil hanya terpaut setahun dengan Bapak, tapi Pak Sadil memiliki ciri-
ciri fisik yang membuat penuaannya seolah berlangsung lebih cepat dari yang
seharusnya; rambut tipis setengah botak, perut tambun, kacamata berlensa
tebal, dan selera berpakaian yang tak berkembang sejak sepuluh tahun terakhir.
“Gimana, bapakmu baik-baik saja, kan? Kamu nggak perlu khawatir.”
Setiap kali bertemu, alih-alih membicarakan detail kasus yang sekarang
menjerat Bapak—berapa nominal uang yang dituduhkan dalam kasus korupsi
yang melilitnya dan siapa saja yang terlibat—Pak Sadil selalu lebih sibuk
menenangkanku. Membesarkan hatiku dengan mengecilkan kasus Bapak. Yang
aku tahu seluruhnya tak benar.
“Bapak udah dapet jadwal persidangan bapak saya?”
Pak Sadil memilah helai-helai kertas yang bertumpuk di dalam map
plastik di pangkuannya. Kukira sidang perdana Bapak sudah terjadwal, Pak
Sadil hanya sedang memastikan tanggal pada catatan kecil yang terselip di
dalam map.
Tetapi, pada akhirnya gelengan penuh sesal adalah jawaban yang
kuterima. “Kasus korupsi yang melibatkan bapak kamu ini rumit, Kalis.
Penyidik KPK harus meng-cross check data dari banyak narasumber dan tidak
semuanya mau kooperatif.”
Salah satu tersangka bahkan kabur ke luar negeri untuk menghindari
panggilan pihak berwajib. Ketika penyidik KPK kemudian datang ke
rumahnya untuk melakukan operasi tangkap tangan, mereka hanya
menemukan ruang-ruang kosong dan pekerja rumah tangga yang ketakutan di
balik pintu, mengaku tidak tahu apa-apa. Aku membaca berita itu tadi pagi di
salah satu artikel di internet. Sejak Bapak resmi ditahan, aku jadi lebih sering
membaca berita daripada berselancar di media sosial.
“Ah, iya, saya hampir lupa.” Pak Sadil berdecak. Ditariknya ritsleting tas
yang ia sandarkan di kaki kursi. Dikeluarkannya kotak Tupperware indigo yang
kemudian diserahkan padaku. “Tadi istri saya nitipin ini buat kamu.”
175