Page 70 - Teaching Factory Pada Sekolah Menengah Kejuruan - La Resi
P. 70
mesin perkakas terpasang di SMK dan bekerja sama dengan industri, SMK
memproduksi mesin perkakas dengan sasaran pasar juga SMK. Dengan
sarana standar yang dimiliki diperlukan pendayagunaan fasilitas agar
dihasilkan sebanyak mungkin siswa yang mencapai standar kompetensi.
Hasil penelitian menunjukan: “siswa yang melaksanakan prakerin di sekolah
yang fasilitas prakteknya terstandar, memiliki kompetensi yang jauh lebih
baik dibandingkan siswa yang melaksanakan prakerin di industri, dan dapat
berkembang baik bekerja di perusahaan dalam maupun di luar negeri”
(Martawijaya, 2010) Artinya bila sekolah melakukan proses Industri melalui
teaching factory di sekolah dengan baik dan memposisikan siswa sebagai
mana layaknya bekerja di industri, maka para siswa selain menempuh mata
pelajaran produktif juga akan mendapatkan pengalaman industri seperti
praktek kerja industri (Prakerin) dan kemampuan industri yang tidak perlu
diragukan.
B. Model Pembelajaran Teaching Factory (TeFa)
Tantangan mendasar yang dialami oleh Pendidikan vokasional
adalah pemberian pengalaman nyata kepada para peserta didik untuk
berlatih sesuai dengan tugas-tugas dan setting kerja di dunia kerja seperti
perusahaan, pabrik, show room, pusat bisnis, hotel dan sebagainya. Belajar
di tempat kerja dalam bentuk PKL sangat dibutuhkan. Terbatasnya tempat
dan waktu PKL dapat disiasati dengan pembentukan Teaching factory di
Sekolah. Tantangan ini kemudian memberi ide bagaimana konsep pabrik
dihadirkan di sekolah sebagai bagian dari proses pengajaran. Maka muncul
konsep Teaching Factory (TeFa). Teaching factory menyajikan konsep
factory untuk pengajaran. Bukan factory untuk tujuan bisnis atau mencari
keuntungan di sekolah. Factory untuk pembelajaran vokasional.
Teaching factory adalah model pembelajaran vokasional berbasis
produksi/jasa dan berbasis kompetensi kerja. Teaching factory mewadahi
konsep pembelajaran: (1) Experience Based Training atau Enterprise Based