Page 169 - LAYOUT_KUMPULAN_CERPEN_160222_Neat
P. 169
Dibanding banyaknya pegawai di gedung ini, jumlah
kami hanyalah segelintir. Tentu saja lebih mudah mengingat
nama-nama kami. Namun siapalah kami, hingga berhak merasa
berbungah hati hanya karena mereka mengingat nama kami.
Kami sudah cukup senang, meski mereka—yang selalu terlihat
necis dan wangi itu—hanya mengangguk kecil saat kami
memberi salam.
Di hari yang lain, laki-laki itu mengagetkan aku dengan
kejutan yang berbeda.
“Mas Mul, sudah sarapan? Tadi saya sarapan ketoprak. Ini
saya bungkusin sekalian!”
Tanpa basa-basi yang mengundang canggung, laki-laki
itu meletakkan begitu saja bungkusan itu di atas meja marmer
yang menjadi ‘sarang’-ku selama tiga bulan ini di lantai tujuh
gedung BPK. Spontan aku membungkuk sambil mengucapkan
terima kasih, dan ketika aku mengangkat kepala, dia sudah
mendorong pintu kaca sambil tersenyum ke arahku.
Untuk beberapa saat aku terdiam meski sosok laki-laki itu
sudah menghilang di balik pintu kaca. Ternyata sosoknya tidak
sulit untuk kuhafal. Kutebak laki-laki itu masih di awal empat
puluh tahun. Badannya terbilang ramping dibandingkan pegawai
lain seusianya yang kebanyakan berperut buncit. Wajahnya pun
menyenangkan, sama seperti namanya, Bagus.
***
Kumpulan Cerpen “Aku dan BPK” 157