Page 29 - BUKU KUMPULAN CERPEN "AKU DAN BPK"
P. 29
Tukang ojek, misalnya, yang terus mengeluh bagaimana
sulitnya mencari nafkah hari ini. Hanya ada tiga puluh ribu yang
bisa ia bawa pulang. Katanya, makin kesini mereka merasa makin
tersaingi oleh kehadiran ojek online. Bahkan, katanya lagi, pernah
suatu kali ia hampir berduel dengan tetangganya sendiri hanya
perkara penumpang.
“Ya, gimana lagi, ya, lagian waktu itu ada penumpang
pesan ojek online di dekat pangkalan kita-kita,” ujarnya.
Sementara tukang becak yang menolongnya, juga
bercerita bahwa anak-anaknya bahkan terpaksa putus sekolah
karena ia tak punya biaya. Katanya, dulu pihak sekolah sempat
memberikan subsidi bantuan kepada anaknya karena berasal
dari keluarga tidak mampu. Namun, ketika anaknya masuk kelas
empat SD, bantuan itu tidak ada lagi. Tagihan ini dan itu mulai
memberatkan, yang membuat anaknya terpaksa tidak sekolah.
“Sudah dua bulan ia mengamen, meski saya larang
soalnya itu bahaya,” ungkap tukang becak itu, dengan nada yang
getir. “Ya, tapi mau gimana lagi, dia nekad. Katanya kalau gak
begitu, gak bisa makan.” Pungkasnya.
Selama dua jam di tenda tersebut, Amir hanya terdiam.
Ia hanya menyimak. Mendengar kisah-kisah getir di situ, ia
malah merasa malu. Amir sadar bagaimana hidupnya serba
berkecukupan. Ia punya istri yang cantik dan setia, anak-anak
yang lucu, mertua yang baik, rekan kerja yang ramah, dan juga
Kumpulan Cerpen “Aku dan BPK” 17