Page 30 - BUKU KUMPULAN CERPEN "AKU DAN BPK"
P. 30
pekerjaan yang mapan. Ia malu, di hadapan orang-orang ini,
seolah dirinya lah yang paling menderita.
Perkara laptopnya yang dijambret, sebenarnya kalau
dipikir-pikir itu bukan masalah besar. Seluruh pekerjaannya
ada di komputer kantor. Pun, pekerjaan hasil lembur, semuanya
sudah dicadangkan ke flashdisk. Bahkan untuk ukuran dia, harga
laptop yang dijambret itu tak seberapa jika harus dibandingkan
nasibnya malam itu, kehujanan, kesal, lelah, luka-luka, dan
tentunya mengingkari janjinya kepada sang istri.
Lantas, apa yang sebenarnya dirinya cari? Kepuasan
apa yang ia dapatkan semisal jambret itu tertangkap?
Menghakiminya, memukul, menendang, mempermalukannya?
Bukankah ini tidak adil jika dibandingkan dengan bagaimana
negara ini memperlakukan koruptor, yang sudah jelas-jelas makin
menyengsarakan rakyat kecil seperti si tukang becak, si tukang
ojek pengkolan, atau bahkan jangan-jangan juga si penjambret
yang masih kecil tadi? Sungguh, pertanyaan-pertanyaan ini
semakin mengganggu Amir.
Ia makin malu menatap orang-orang di hadapannya.
“Bagaimana, Mas, mau saya antar ke kantor polisi?
Hujannya kan juga udah reda,” suara tukang becak itu memecah
lamunan Amir. Dari mata tukang becak itu ada kegetiran tentang
hari besok yang masih abu-abu.
“Berapa ya, Pak?”
18 Kumpulan Cerpen “Aku dan BPK”