Page 101 - CITRA DIRI TOKOH PEREMPUAN DALAM TUJUH NOVEL TERBAIK ANGKATAN 2000
P. 101

Misalnya pada kalimat yang menyiratkan kekecewaan tokoh Wisanggeni, seorang

                        pastor yang mulai tidak mempercayai adanya Tuhan. Misalnya terdapat pada teks
                        Ia merasa telah mati. Dan ia amat sedih karena Tuhan rupanya tidak ada. Kristus

                        tidak menebusnya sebab ia kini berada dalam jurang maut, sebuah lorong gelap

                        yang sunyi mencekam, dan ia dalam proses jatuh dalam sumur yang tak berdasar,
                        dengan kecepatan tinggi (1998, hlm. 102).


                        Ulasan:

                        Novel  Saman  dapat  dikaji  dengan  kritik  sastra  feminis  ideologis,  kritik  sastra

                        feminis  lesbian,  kritik  feminis  transformasi  gender,  dan  kritik  sastra  feminis
                        ginokritik.  Kritik  sastra  feminis  ideologis  adalah  sebuah  pandangan  yang

                        melibatkan pembaca novel sebagai kaum feminis, dan yang menjadi pusat perhatian
                        pembaca wanita berupa citra serta streotype wanita dalam karya sastra. Sementara

                        itu, kritik sastra feminis lesbian adalah kritik feminis yang mengkaji penulis novel
                        dengan tokoh wanitanya saja, serta adanya perilaku lesbian dalam diri tokohnya

                        (Djajanegara,  2003).  Kritik  feminis  transformasi  gender  adalah  upaya  mengkaji

                        adanya gerakan pembebasan perempuan dan laki-laki dari sistem yang tidak adil
                        (Fakih, 2013, hlm. 165). Kritk sastra feminis ginokritik adalah metode kritik dengan

                        mengkaji tulisan perempuan yang menceritakan tokoh perempuan, dan mengkaji
                        pengarang perempuan sebagai penghasil teks (Showalter, 1981).

                             Dengan  mengangkat  peristiwa  tindak  kekerasan  pada  Upi  dan  bentuk

                        subordinasi  gender patriarkhi pada Laila dengan klausa  “urusan laki-laki” yang
                        diucapkan  Saman,  menunjukkan  Ayu  Utami  adalah  seorang  novelis  beraliran

                        feminis radikal. Brownmiller (2005) berpendapat bahwa feminisme radikal sebagai
                        penganut  teori  konflik  yang  muncul  akibat  dari  reaksi  budaya  sexism  atau

                        diskriminasi sosial berdasarkan jenis kelamin. Aliran feminis radikal adalah sebuah

                        gerakan  perempuan  melawan  kekerasan  seksual  dan  pornografi,  termasuk
                        perlawanan  terhadap  ideologi  patriarki  yang  masih  dipertahankan  dalam

                        masyarakat sebagai hasil warisan budaya (Fakih, 2013). Kajian kritik sastra feminis
                        ginokritik  (Showalte,  1981)  yang  diterapkan  dalam  novel  ini,  yaitu  pengkajian







                                                                                                     95
   96   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106