Page 4 - Bidadari-Bidadari Surga-TereLiye
P. 4

www.rajaebookgratis.com





               serius, sistematis dan kaku... hari ini dengan bangga kami hadirkan sosok yang sebaliknya
               memiliki wajah dan kepribadian santun menyenangkan ini...." Gadis moderator itu tersenyum
               lebar,  terlihat  amat  senang  membuat  seluruh  peserta  simposium  menunggu  tak  sabaran
               kalimat-kalimat perkenalannya. Menikmati posisinya sebagai 'penguasa' jadwal acara.
               "Ah-ya, soal wajah dan kepribadian yang santun menyenangkan? Kalian tahu, yang menarik
               ternyata bukan hanya wajah profesor ini yang terlihat santun menyenangkan. Well, di tengah
               kesibukannya sebagai peneliti, pakar, dan apalah namanya yang serba serius dan menuntut
               banyak  waktu  itu,  profesor  muda  kita  tetap  hidup  dengan  segala  romantisme  bersama
               keluarga kecilnya. Lihatlah, hari ini dia datang dengan istrinya yang terlihat cantik, selamat
               siang Nyonya!" Muka-muka tertoleh. Penuh rasa ingin tahu. Mereka belum pernah melihat
               istri sang Profesor, meski dengan  begitu banyak publisitas selama  ini. Tersenyum.  Wanita
               cantik  berkerudung  yang  duduk  di  sebelah  sang  Profesor,  baris  kedua  dari  depan  itu  ikut
               balas  tersenyum,  layar  LCD  raksasa  di  depan  plenary  hall  menayangkan  paras  cantiknya.
               Mengangguk anggun. Sedikit bersemu merah.
               "Ada  yang  berminat  mendengar  kisah  indah  pertemuan  mereka?"  Moderator  menyeringai
               lebar.
                   Hampir seluruh peserta simposium meski tertarik, menggdeng. Mereka jauh-jauh datang
               dari  berbagai  universitas  ternama  ke  ruangan  besar  itu  jelas-jelas  ingin  mendengarkan
               paparan mutakhir temuan fisika, bukan celoteh moderator.
               "Baiklah karena kalian memaksa, maka dengan senang hati saya akan menceritakan bagian
               tersebut..."
                   Wajah-wajah terlipat. Gumam keberatan.
               "Keluarga yang hebat meski tidak menyukai publisitas...."
               "Masa kecil  yang penuh perjuangan... kalian tahu, Profesor kita sudah  membuat kincir air
               setinggi lima meter saat ia masih kanak-kanak...."
               ".... Perkenalan di kontes fisika, terpesona oleh kecantikan remaja... Profesor kita mengejar
               hingga ke Bandara, haha...."
                   Lima menit berlalu, peserta simposium mulai jengkel
               ".... Perkebunan strawberry yang indah...."
               ".... Masa kecil yang begitu mengesankan...."
                   Satu-dua peserta sengaja mulai berdehem (lebih keras).
               ".... Baik, baik." Akhirnya gadis di podium menyadari ruangan mulai gerah, tersenyum lebar
               tidak-sensitif,  "Karena  saya  pikir  kalian  sedikit  mulai  tak-sabaran  mendengar  perkenalan
               yang  sebenarnya  amat  penting  dari  saya,  baiklah,  hadirin,  berikan  sambutan  yang  paling
               meriah,  inilah  salah-satu  profesor  fisika  termuda,  ternama,  yang  pernah  ada  di  negeri  ini,
               profesor kebanggaan kita, Profesor Da-li-mun-te!"
                   Tepuk-tangan bak dikomando menggema bagai dengung lebah.
                   Pemuda berumur 37 tahun itu tersenyum lebar.
                   Melepas genggaman mesra, berbisik lembut ke istrinya.  Berdiri. Lantas melangkah sigap
               menuju  podium.  Dengan  langkah  panjang-panjang.  Rambutnya  tersisir  rapi  mengkilat.
               Matanya  tajam  memandang,  Rahangnya  kokoh.  Eskpresi  wajahnya  meski  santun
               menyenangkan  seperti  yang  dibilang  moderator  cerewet  itu,  sebenamya  terlihat  keras
               mengiris, sisa gurat masa kecil yang tidak selalu beruntung.
                   Hari ini Profesor Dalimunte mengenakan kemeja krem. Rapi seperti biasa. Meski 'gelang
               karet' gaya anak muda di tangan kanan membuatnya terlihat lebih kasual, untuk tidak bilang
               sebenarnya sedikit tidak  matching dengan  busana rapinya. Gelang  itu  macam gelang karet
               yang bertulisan 'solidarity forever', 'united for all', 'long live friendship', yang sedang trend di
               anak muda.
                   Itu gelang pemberian Intan, putri sulungnya yang berumur sembilan tahun. Bertuliskan,
               'Safe The Planet!'  Minggu-minggu  ini, Intan  menjadi ketua panitia  'Earth Day' di sekolah.
   1   2   3   4   5   6   7   8   9