Page 196 - RBDCNeat
P. 196
yang lain untuk berolah raga. Sebelumnya panitia sempat
menitipkanku kepada seorang Mama agar aku dan tidak usah
ikut haiking tapi cukup menunggu di posko terakhir yang
telah disediakan oleh panitia. Namun, alhamdulillah seorang
Mama tidak mengerti apa yang dikatakan panitia.
Peserta dibagi dalam beberapa kelompok. Masing-
masing kelompok terdiri dari sepuluh orang. Satu persatu
kelompok berangkat untuk memulai pertualangan, begitu
pula kelompokku. Aku berangkat bersama rombongan.
Alhamdulillah, di posko-posko depan aku pun tidak
bertemu dengan panitia yang mengenalku sehingga aku bisa
dengan leluasa melanjutkan pertualangan ini. Kalau di posko-
posko awal aku bertemu panitia yang mengeenalku, pasti
aku akan diamankan dan dilarang melanjutkan perjalannan.
Setapak demi setapak aku lalui. Walaupun jalan yang aku lalui
banyak berbatu, terkadang turun kadang naik, tapi itu semua
tidak menyurutkan langkahku menuju garis finis.
Aku bertekad. “Aku harus bisa sampai ke garis finis. Masak
aku kalah dengan TONI yang tidak punya kaki sama sekali,
tapi bisa mendaki gunung tertinggi di Amerika? Apalagi aku
yang memiliki kedua kaki utuh, berarti aku juga bisa sampai
ke finis.” Itulah yang selalu aku tanamkan dalam diri selama
dalam perjalanan. Setelah semua kelompok berangkat,
para panitia baru menyadari bahwa mereka kehilangan
aku. Panitia sempat merasa khawatir dengan keadaanku
sampai akhirnya panitia menghubungi salah satu peserta
yang sekelompok denganku untuk menanyakan posisiku agar
aku tidak melanjutkan perjalanan dan dijemput oleh panitia.
160 | Roda Berputar dalam Cahaya