Page 25 - TERE LIYE
P. 25
lain. Aku akhirnya memutuskan duduk di teras, di bangku
kayu panjang. Menatap perkampungan yang gelap.
Menatap tetes air dari atap dan hujan deras.
"Kau tidak membaca buku, Amel?" Bapak berdehem di
belakangku.
Aku menoleh, menggeleng. Bagaimana aku mau membaca
buku, Kak Eli menyita seluruh bukuku, dan baru
dikembalikan kalau ia mau mengembalikan yang itu berarti
terserah-serah Kak Eli. Tadi sebenarnya aku mau mengadu
soal itu ke Bapak, tapi Kak Eli selalu punya 'alasan baik'
kenapa terpaksa menyita bukuku. Dan meskipun Bapak
selalu membelaku setiap ada masalah dengan Kak Eli, tapi
Bapak juga selalu menyuruhku membereskan sendiri
masalahnya. Jadi percuma.
"Kenapa Amel tidak bergabung dengan Mamak dan Kak
Eli di ruang tengah? Lebih hangat."
Aku menggeleng. Tidak mau.
"Di sini dingin, Amel. Tampias. Lihat, wajah kau terkena
bintik kecil air hujan. Sendirian duduk melamun tentu tidak
seru, bukan?"
Aku menggeleng. Tidak apa, lebih baik aku di sini saja.
Bapak diam sejenak. Paham, lagi-lagi aku bertengkar
dengan Kak Eli.
"Boleh Bapak duduk di sini? Menemani, Amel." Bapak
menatapku lembut.
Aku mengangguk.
25 | www.bacaan-indo.blogspot.com