Page 39 - Tiga ksatria dari Dagho
P. 39

Sinar matahari pagi ramah menyapa Tomatiti lewat
            lubang-lubang kamar. Dinding yang terbuat dari anyaman

            bambu  itu memang  menyisakan  lubang-lubang  kecil.
            Seberkas sinar  tepat mengenai  wajah  Tomatiti  hingga
            matanya terbuka. Ia bangun  dari  tidurnya.  Dilihatnya
            neneknya sudah tidak ada lagi di sampingnya. Neneknya
            sudah bangun sedari tadi.

                    “Ti, Titiii, bangun! Bantu Nenek memasak,” terdengar

            suara nenek Tomatiti dari dapur. Ya, sejak usia tiga tahun
            Tomatiti memang diasuh oleh neneknya. Itu terjadi sejak
            peristiwa yang mengerikan yang menimpa ayahnya hingga
            Tomatiti  jadi  anak  yatim.  Ibunya  sendiri  sekarang  telah

            menikah dengan orang lain. Namun, Tomatiti lebih suka
            tinggal bersama neneknya. Hidup bersama neneknya lebih
            menyenangkan baginya. Neneknya lebih sayang dan lebih
            sabar.

                    “Iya, Nek, tunggu sebentar,” jawab Tomatiti.

                    Sejurus kemudian Tomatiti sudah sampai di dapur. Ia

            duduk tepat di depan tungku api. Ia membantu neneknya
            menjaga api agar terus hidup. Sementara itu, neneknya
            menyiapkan sarapan.

                    “Nek, semalam  Nenek janji  mau  cerita soal
            Ompung.  Ayo,  Nek, ceritakan  sekarang,” pinta  Tomatiti

            pada neneknya.
                    “Baik,  baik,  Ti.  Memang  sudah  waktunya kamu

            dengar  cerita  tentang  Ompung.  Kamu  sekarang  sudah
            cukup  umur  untuk  mendengar  cerita ini.  Cerita ini  ada



                                         32
   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43   44