Page 61 - Raja Rokan
P. 61
Raja merasa puas mendengar kesanggupan kawannya itu. Ia
segera pergi bersama adik iparnya yang masih bujang. Dalam
perjalanan mereka lebih banyak berdiam diri. Sutan Seri Alam
merasakan kesedihan ibunya karena adiknya menderita sakit.
Kuda tunggangannya dipacu sekencang-kencangnya agar
cepat sampai Pagaruyung. Ia tidak memakai pakaian kebesaran
karena sengaja menyamar agar tidak menarik perhatian orang.
Sesampainya di Istana Pagaruyung, ia melihat suasana sepi.
Bunga-bunga di halaman tampak layu. Ternyata sudah hampir
satu bulan Putri Bungsu sakit keras.
Para punggawa istana sibuk mengupayakan kesembuhan
Putri Bungsu. Ibunda Putri Raja tidak pernah memperhatikan
siapa saja tamu yang datang dan tidak pernah mempertanyakan
dari mana asal mereka. Kedatangan Sutan Seri Alam juga luput
dari pandangannya. Ia hanya berharap Putri Sari Bulan segera
tertolong. Raja Rokan langsung bersimpuh di depan tempat
tidur Putri Sari Bulan. Ia segera mengeluarkan pusaka bertuah
dari gurunya. Setelah membaca mantra, pusaka itu diletakkan
dibawah bantal sang Putri. Ia mengangkat kepala adik bungsunya
lalu meletakkan senjata bertuah itu. Suhu badan gadis itu sangat
tinggi.
Selama tiga jam Sutan Seri Alam berdoa. Adik iparnya, Sutan
Mudo, meskipun tidak ikut membaca mantra, ikut berdoa bagi
kesembuhan Putri Bungsu itu. Secara perlahan sang Putri mulai
membuka mata. Ia mulai sadar. Namun, ia belum mengetahui
bahwa yang berada di hadapannya itu adalah Sutan Seri Alam.
Putri Sangka Bulan sangat senang menyaksikan anak gadisnya
berangsur-angsur sembuh. Ia lalu memeluk sang Putri. Tiba-tiba
ia bertanya, “Siapakah gerangan anak muda, aku seperti sudah
pernah melihat dirimu.”
“Benar Ibu, akulah Sutan Seri Alam, putra sulung Ibu!”
Laki-laki itu segera memeluk ibunya, Putri Sangka Bulan, dan
Putri Sangka Bulan menangis terharu.
54