Page 56 - Ebook - Peneguhan Pdt Henny
P. 56
Kesombongan yang melahirkan sikap tabur bisa disebabkan oleh
banyak hal. Misalnya: Kekayaan, kedudukan, ilmu, gelar kesarjanaan,
keterampilan, kemampuan mengerjakan sesuatu. Kesombongan bisa
seperti kanker. Awalnya tidak disadari, tahu-tahu sudah merembet ke
mana-mana.
Di dalam kehidupan gereja pun, bila kita tidak hati-hati kita bisa
terjangkiti virus kesombongan. Mungkin awalnya kita lakukan sesuatu
dengan tulus. Entah merintis suatu pelayanan tertentu, entah menjadi
donatur untuk kegiatan tertentu, dan yang sebagainya. Mungkin
dengan tulus juga ada orang lain yang mengapresiasi apa yang kita
lakukan. Ya baik-baik saja, dan senang juga khan kalau karya kita
diapresiasi orang. Nah sampai di sini kita harus berhati-hati. Jangan
kebablasan. Sebab tanpa disadari kondisi itu bisa menjadi lahan yang
subur bagi benih kesombongan.
Salah satu indikatornya adalah ketika kita merasa koq ngga ada
lagi yang memuji ya? Berterimakasihlah kalau ada yang memuji karya
kita, tapi selalulah ingat bahwa bukan kita, namun Tuhanlah yang
memungkinkan kita melakukan sesuatu yang mendatangkan kebaikan.
Dan bahwa yang kita lakukan adalah tanggungjawab yang Tuhan
berikan kepada kita. Misalnya: Kalau kita bisa mengenyam pendidikan
tinggi dan karena itu ada hal-hal yang kita lebih tahu ketimbang orang
lain, lalu kita bisa berkontribusi mengembangkan jemaat dengan
gagasan-gagasan yang segar, ya memang sepatutnya begitu. Kalau
tidak, buat apa sekolah tinggi-tinggi. Bersyukurlah pada Tuhan. Kalau
Tuhan memberikan kekayaan kepada kita dan karena itu kita bisa
berbagi lebih ketimbang orang lain, ya memang pantes-pantesnya itu
dilakukan. Kalau tidak, untuk apa Tuhan memberi kelimpahan pada
kita. Bersyukurlah pada Tuhan.
Oleh karena itu sepatutnya kita mencamkan, mempraktikkan dan
merawat sikap seperti dipersaksikan dalam Luk 17:10 “Demikian
jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang
ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-
hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami
harus lakukan." Kalau kembali pada cerita kita, ingatlah, sadarlah kita
cuma kutu yang sangat kecil, bukan kita yang menggoncangkan
jembatan itu.
54 God’s Little Pencil

