Page 144 - USHUL FIKIH_INDONESIA_MAPK_KELAS XII_KSKK
P. 144

Sedangkan  dikalangan  Syafi'iyah,  hal  itu  menjadi  sebuah  ketetapan.Ibnu  Hajar

                   mengatakan:”  Pendapat  yang  membolehkan  talfiq  adalah  menyalahi  ijma',  berikut  ini
                   penjelasan masing-masing kelompok.

                   1.  Argumentasi Kelompok yang Mengharamkan Talfiq
                              Pendapat  ini dipelopori oleh Syaikh  lmam  Abu Abdullah Muhammad Ibnu

                       Abdul  Malik  dan  al-Qaffal.  Pendapat  ini  sangat  radikal  dan  sangat  eksfiem,
                       disamping  iru  tidak  rasional  da1  tidak  realistis  serta  melupakan  sejarah.  Secara

                       historis  banyak ulama  berpindah  mazhab dari  mazhab satu ke mazhab  lain  seperti

                       yang teiah dituturkan oleh as-Suyuti sebagaimana dikutip oleh asy-Sya'rani.
                              Menurut  as-Suyuti  banyak  ulama  yang  berpindah  dari  mazhab  satu  ke

                       mazhab  yang  lain,  seperti:  Abdul  Azis  bin  Imran  al-Khara'i  al-Maliki  pindah  ke

                       mazhab  syafi’i,  Muhammad  bin  Abdullah  bin  Abdul  Hakam  al-Maliki  pindah  ke
                       mazhab  Syafi’i  kemudian  kembali  ke  mazhab  Maliki  dan  akhirnya  kembali  ke

                       mazhab  Syafi’i  lagi,  Ibrahim  bin  Khalid  al-Bagdadi  al-Hanafi  pindah  ke  mazhab
                       Syafi’i',  Abu  Saur  meninggalkan  mazhabnya  dan  berpindah  mengikuti  mazhab

                       Syafi’i, dan masih banyak lagi.
                              Menurut kelompok yang mengharamkan ini, yaitu mendasarkan pendapatnya

                       pada  perkataan  ulama  ushul  fiqh  tentang  ijma'  atas  ketidakbolehan  menciptakan

                       pendapat  ketiga  apabila  para  ulama  terbagi  kepada  dua  kelompok  tentang  hukum
                       suatu perkara. Karena menurut mayoritas ulama, tidak boleh menciptakan pendapat

                       ketiga yang meruntuhkan (menyalahi) sesuatu yang telah disepakati. Misalnya 'iddah
                       wanita  hamil  yang  suaminya  meninggal  dunia,  terdapat  dua  pendapat,  pertama:

                       hingga  melahirkan,  kedua:  yang  paling  jauh  (lama)  dari  dua  tempo  'iddah  (“iddah
                       melahirkan dan “iddah  yang ditiggal oleh suaminya karena kematian). Maka tidak

                       boleh menciptakan pendapat ketiga, misalnya dengan beberapa bulan saja.

                              Akan  tetapi  jika  ditinjau  lebih  dalam,  terlihat  bahwa  alasan  ini  tidak  bisa
                       dibenarkan  sepenuhnya,  karena  meng-qiyaskan  talfiq  atas  ihdaatsu  qaul  tsaalits

                       (menciptakan pendapat ketiga) adalah merupakan qiyas antara dua hal yang berbeda.

                       Hal itu dapat dilihat dari dua sisi:
                       a.  Terciptanya  pendapat  ketiga  terjadi  apabila  permasalahannya  hanya  satu,

                          sedangkan  talfiq  terjadi  dalam  beberapa  permasalahan.  Misalnya,  kefardhuan
                          menyapu kepala adalah sebuah permasalahan, sementara permasalahan batalnya

                          wudhu' karena bersentuhan dengan wanita adalah permasalahan lain. Jadi, talfiq
                          terjadi bukan dalam satu permasalahan, maka tidak terjadi pendapat ketiga.


                                                                          USHUL FIKIH  -  KELAS XII 135
   139   140   141   142   143   144   145   146   147   148   149