Page 117 - FIKIH_MA_KELAS X_KSKK_2020
P. 117

2.  DEFINISI

                            Kepemilikan adalah hubungan secara syariat  antara harta dan  seseorang  yang
                     menjadikan harta terkhusus kepadanya dan berkonsekuensi boleh ditasarufkan dengan

                     segala  bentuk  tasaruf  selama  tidak  ada  pembekuan  tasaruf.  Seseorang  yang
                     mendapatkan harta dengan cara yang dilegalkan syariat maka harta tersebut terkhusus

                     kepadanya, boleh dimanfaatkan dan ditasarufkan kecuali orang-orang yang dibekukan
                     tasarufnya seperti anak kecil dan orang gila.

                           Adapun  tasaruf  wali  anak  kecil  dan  wakil  (dalam  transaksi  wakālah)  terhadap

                     suatu  barang  bukan  atas  nama  kepemilikan,  namun  atas  nama  pergantian  (niyābah)
                     yang dilegalkan syariat.

                 3.  MACAM-MACAM KEPEMILIKAN

                    Macam-macam  kepemilikan  ada  dua.  Yakni  kepemilikan  utuh  dan  kepemilikan  tidak
                    utuh.

                    a. Kepemilikan Utuh
                            Kepemilikan  utuh  adalah  kepemilikan  seseorang  terhadap  barang  sekaligus

                       manfaatnya.  Maka  ia  bebas  mentasarufkan  barang  tersebut  baik  tasaruf  terhadap
                       barang  dan  manfaatnya  seperti  menjual,  mewakafkan,  menghibahkan  dan

                       mewasiatkan  atau  tasaruf  terhadap  manfaatnya  saja  seperti  menyewakan  dan

                       meminjamkan.
                       Sebab-sebab kepemilikan utuh ada empat:

                       1)  Istīlā’ ‘Alā Al-Mubāḥ
                         Yaitu  kepemilikan  seseorang  terhadap  barang  yang  belum  pernah  berada  dalam

                         kepemilikan seseorang dan tidak ada larangan syariat untuk memilikinya. Seperti
                         penangkapan ikan di laut, mengambil air dari sumber dan berburu hewan.

                         Syarat-syarat kepemilikan dengan cara istīlā’ ‘alā al-mubāḥ ada dua:

                         a)  Belum pernah berada dalam kepemilikan seseorang. Hal ini berdasarkan sabda
                            Rasulullah Saw:

                                                                   َ
                                                                                         َ
                                                                                َ
                                                                                   ْ
                                                                                               َ
                                                   )دواد وبأ هاور( ُهل وُهَف مِلْسُم ِهْيلإ ُهقبْسَي مل ام ىلإ َقَبَس  ْ نم
                                                                                        ْ
                                                                                    ِ
                                                                                                         َ
                                                                                                ِ
                                                                                            َ
                                                                                 ِ
                                                                     َ

                           “Barang siapa lebih dahulu (memiliki) barang yang belum pernah menjadi milik
                            orang islam maka barang tersebut menjadi miliknya”. (HR. Abu Daud)
                         b) Kesengajaan  untuk  memiliki.  Jika  tidak  ada  kesengajaan  maka  tidak
                            berkonsekuensi kepemilikan. Seperti burung yang masuk ke kamar seseorang.

                                                                                           FIKIH X    105
   112   113   114   115   116   117   118   119   120   121   122