Page 32 - Aku Anak Kajang
P. 32
Aldino mengacak-acak rambutku sambil tersenyum
lebar. Dia memperlakukanku seperti adiknya.
“Selain pasang ri Kajang, kamu punya cara lain
untuk merawat hutan?”
“Andingingi.”
Kak Aldino diam. Tidak bertanya tentang andingingi
karena menunggu aku bercerita. Matanya liar memandang
ke sekeliling. Dia mengambil posisi duduk di sebuah batu
di bawah pohon yang kami tempati berteduh. Terdengar
suara riak air Sungai Je’ne Berang yang memang tak jauh
dari tempat kami beristirahat sambil bertukar cerita.
Kak Aldino mendengarku bercerita seperti siswa
yang menyimak gurunya menjelaskan materi pelajaran.
Bulan lalu, tepatnya bulan November, ratusan
warga Kajang berkumpul di sini, termasuk aku. Beberapa
pejabat Kabupaten Bulukumba dan wartawan, juga hadir
di acara andingingi. Kampungku benar-benar ramai saat
itu. Meski semua tamu diwajibkan mengenakan kain
hitam, tetap saja kulihat kampungku berwarna-warni
karena banyak sekali orang-orang baru berseliweran ke
tempat acara. Meskipun mereka orang baru, mereka tetap
menjunjung tinggi adat di kampung kami.
24