Page 101 - Kelas X Hindu BS press
P. 101
kitab Veda, atau orang yang mempercayai kehidupan setelah kematian, sedangkan
kata nāstika berarti lawannya. Di sini, kata tersebut dipergunakan dalam pengertian
pertama karena dalam pengertian yang kedua, aliran ilsafat Jaina dan Buddha pun
adalah āstika, karena mereka percaya mempercayai kehidupan setelah kematian.
Dalam kedua pengertian di atas, ke enam aliran ilsafat orthodox adalah āstika
dan aliran ilsafat Cārvāka sebagai nāstika. Pada uraian berikut akan diuaraikan
tentang aliran ilsafat orthodox (Ṣaḍ Darśana).
1. Nyāya Darśana
a. Pendiri dan Sumber Ajaran
Pendiri ajaran ini adalah
ṛṣi Gautaman juga dikenal
dengan nama Akṣapāda dan
Dīrghatapas, yang menulis
Nyāyaśāstra atau Nyāya
Darśana yang secara umum juga
dikenal sebagai Tarka Vāda atau
diskusi dan perdebatan tentang
suatu Darśana atau pandangan
ilsafat kurang lebih pada
abad ke-4 SM, karena Nyāya
mengandung Tarka Vāda (ilmu
perdebatan) dan Vāda-vidyā
(ilmu diskusi). Sistem ilsafat Sumber: www.maharishigautamparivaar.com
Nyāya membicarakan bagian Gambar 4.2 Ŗşi Gautaman
umum darśana (ilsafat) dan
metoda (cara) untuk melakukan pengamatan yang kritis. Sistem ini timbul
karena adanya pembicaraan yang dilakukan oleh para ṛṣi atau pemikir,
dalam usaha mereka mencari arti yang benar dari ayat-ayat atau śloka-śloka
Veda Śruti, guṇa dipakai dalam penyelenggaraan upacara-upacara yadña.
Terdiri dari lima Adhyāya (bab) dan dibagi ke dalam lima bagian.
Obyek utmanya adalah untuk menetapkan dengan cara perdebatan,
bahwa Parameśvara merupakan pencipta dari alam semesta ini. Nyāya
menegakkan keberadaan Īśvara dengan cara penyimpulan, sehingga
dikatakan bahwa Nyāya Darśana merupakan sebuah śāstra atau ilmu
pengetahuan yang merupakan alat utama untuk meyakini suatu obyek
dengan penyimpulan yang tidak dapat dihindari. Dalam hal ini kita harus
mau menerima pembantahan macam apapun, tetapi asalkan berdasarkan
pada otoritas yang dapat diterima akal. Pembantahan demi untuk adu
argumentasi dan bukan bersifat lidah atau berdalih.
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti | 95