Page 105 - Rencana & Cerita Pendek Lainnya
P. 105
waktu yang tepat, aku bahkan tidak terlihat sebagai yang
bertanggung jawab. Teh dibuat sepenuhnya oleh ibu
tiriku. Aku mengendap memasukkan racun ketika ia
lengah.
Dua jam selanjutnya menjadi momen paling penting di
hidupku. Tak berapa lama setelah menenggak teh
beracun, ibu tiriku tergeletak tak bernyawa di lantai.
Ayah yang sempat menyeruput sedikit teh istimewa itu,
ikut lemas, dan dilarikan ke rumah sakit. Awalnya tak
seorang pun menduga itu aku. Tapi Winnie berteriak
menghujatku, menuduhku yang tidak-tidak. Dokter
sampai harus menyuntiknya dengan obat penenang.
Pemakaman ibu tidak bisa ditunda terlalu lama. Ayah dan
Winnie masih berada di rumah sakit karena kondisi
mereka yang butuh beberapa waktu untuk sembuh. Aku
mengusulkan kepada pengurus pemakaman agar ibu
dikremasi saja. Di satu sisi itu efisien, di sisi lain, mereka
tidak akan pernah menemukan jejak racun di darahnya.
Spekulasi awal mereka, ibu meninggal karena jantungan.
Sempurna.
Dua minggu kemudian, aku sedang asyik menyelesaikan
beberapa catatanku di kamar. Ayah maupun Winnie
tidak menegurku, semua terasa kaku.
“Hai anak muda,” sapa pria berseragam polisi itu di
depan pintu kamarku.
Aku terkejut melihatnya. Pria itu disusul beberapa
temannya, semua berseragam polisi. Mereka
102