Page 19 - Toponim Magelang_Final
P. 19

6         Toponim Kota Magelang












                                  Korps ini terdiri atas warga sipil Eropa, Tionghoa, dan pribumi campuran, ditempa
                                  instruktur militer Eropa. Setelah kaderisasi berjalan dan tepercaya, kesatuan tersebut
                                  dipimpin komandan yang diangkat dari kalangan mereka sendiri. Korps ini menjadi
                                  kesatuan setingkat kompi dipimpin perwira berpangkat kapten dan wakilnya seorang
                                  letnan. Dalam  mengelola pasukan, ia sering dibantu instruktur Eropa berpangkat
                                  sersan mayor dari garnisun Eropa setempat, termasuk membantu urusan pembayaran
                                  gaji dan tunjangan. Persenjataan dan kebutuhan perlengkapan operasional lain dibiayai
                                  bupati meski disediakan oleh kesatuan militer Eropa setempat. Mereka ditempatkan di
                                  tangsi yang menampung 69 orang kesatuan Prajurit Jayeng Sekar. Mereka sedari 1849
                                  terkena peraturan seperti yang juga berlaku bagi militer Eropa. 15

                                  Sementara itu, bupati juga disampiri tanggungjawab menjaga keamanan dan ketertiban
                                  di wilayahnya, termasuk menangkap pelaku kejahatan dan pemberontak. Ia memiliki
                                  kesatuan keamanan sendiri yang disebut prajurit. Mereka terdiri atas orang pribumi dan
                                  umumnya adalah kesatuan infanteri tanpa ada fasilitas kuda. Mereka dilatih instruktur
                                  militer dan komandannya diangkat oleh residen setelah bersepakat dengan bupati. Jika
                                  pemerintah Belanda membutuhkan tenaganya, korps prajurit ini bisa ditempatkan ke
                                  daerah lain sebagai pembantu tentara menjaga keamanan. 16


                                  Di Magelang, pemerintah kolonial juga menerapkan kebijakan eksploitasi agraria
                                  Kultuurstelsel (1830-1870). Kesuburan wilayah Kedu memberi kontribusi penting bagi
                                  pemasukan pemerintah dari sektor agraria dari sistem ini. Magelang menjadi daerah
                                  penampung setoran hasil eksploitasi itu. Realitas ini berdampak pada pertumbuhan
                                  kota dari aspek morfologi maupun demografi. Magelang difungsikan pula sebagai sentra
                                  pengendali dan kontrol atas wilayah sekitarnya dalam hal distribusi dan sirkulasi. 17

                                  Pertengahan abad XIX area perkotaan Magelang seluas 49 paal persegi dan terbagi
                                  dalam pemukiman 324 kampung, memiliki potensi kehidupan ekonomi yang tinggi.
                                  Tidak hanya mengatur semua di wilayah kota atau pusatnya, tetapi juga mengendalikan
                                  daerah sekitarnya, terutama  Afdeeling  Magelang yang membentang hingga Distrik



                                  15  Staatsblad van Nederlandsch Indie, tahun 1849, nomor 45.
                                  16   Anon.  Wijze  van  beheer  en  toestand  der  Nederlandsche  Oost  en  West  Indische  bezittingen.
                                  (Amsterdam, 1854, Weiting en Van der Haart). hlm. 31.

                                  17  T.J. Stieltjes. Overzicht van hetgeen met de spoorwegen op Midden Java. (‘s Gravenhage, 1864,
                                  Gebroeders J. & H. Van Langenhuisen). hlm. 34.
   14   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24