Page 23 - Toponim Magelang_Final
P. 23
10 Toponim Kota Magelang
Kala itu, otonomi kekuasaan pemerintah daerah berada di bawah wewenang Gubernur
Jenderal Hindia Belanda di Batavia. Magelang pun dianggap sebagai ibu kota dari
Karesidenan Kedu. Residen menjadi administrasi pembantu yang menjalankan aneka
regulasi yang dikeluarkan gubernur jenderal. Tempo itu, banyak kota yang tidak
terkelola secara sistematis dan terkontrol. Pasalnya, seluruh wewenang berada terpusat
di tangan gubernur jenderal. Buahnya, banyak tata kelola kota yang tidak terawasi
dengan baik, mulai segi fisik kota, administrasi kota, hingga sarana prasarana. Termasuk
kota yang berada di Kedu serta Magelang. Periode itu mencuat segudang keluhan dari
masyarakat akibat tata kota tidak dikelola secara baik.
Untuk mengatasi perkara ini, tahun 1903 atas usul Idenburg diadakan perubahan
terhadap pasal 68 Regeringsreglement 1854 atau Undang-undang Jajahan Hindia Belanda,
dengan menambah beberapa pasal perihal daerah otonom. Usulan ini embrio undang-
undang resmi dalam bentuk Wethoudende Decentralisatie van het Bestuur in Nederlandsch-
Indie, atau dikenal Decentralisatie Wet 1903. Dalam aturan teknis implementasi regulasi
desentralisasi, dibentuklah Decentralisatie Besluit 1905 dan Local Raden Ordonnantie.
Decentralisatie Besluit berisi ragam kebijakan yang mengatur perihal pembentukan,
susunan, kedudukan, dan wewenang dewan atau raad dalam pengelolaan keuangan
yang terpisah dari pemerintah pusat. Local Raden Ordonnantie berisi berbagai kebijakan
yang mengatur pelaksanaan struktur, status, wewenang, dan pembentukan dewan atau
raad, yaitu Gewestelijke Raad, Plaatselijk Raad, dan Gemeenteraad. 24
Gerbang Eks Sumber: Direktorat Sejarah, 2018
Karesidenan Kedoe
yang saat ini
berubang fungsi
menjadi museum
Diponegoro
24 Purnawan Basudono. Pengantar Sejarah Kota. (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012). hlm. 105.