Page 190 - Toponim Magelang_Final
P. 190
Toponim Kota Magelang 177
2. Tidar Krajan
Merujuk tradisi tutur, nama Tidar Krajan diambil dari kata “Tidar” yang berarti Gunung
Tidar, dan “Krajan” mengandung arti kerajaan, pusat pemerintahan, atau tempat tinggal
raja dan bangsawan, bupati, dan elit politik. Ringkasnya, lokasi ini berada di kawasan
Gunung Tidar yang dipakai untuk mengatur sistem pemerintahan tradisional di masa
silam.
Dalam ingatan warga, Kampung Tidar Krajan pernah hidup empat tokoh legendaris:
Mbah Sinduwongso, Mbah Dipoyudo, Nyai Pudarwangi, serta Kyai Jembangan.
Masyarakat meyakini Mbah sinduwongso sebagai pendiri Tidar Krajan, dan
menurunkan penduduk asli Tidar Krajan. Makam tokoh ini berada di belakang Mesjid
Tidar Krajan, dan acap digelar sadranan setahun sekali. Kemudian, Mbah Dipoyudo
adalah pengikut Pangeran Diponegoro yang berperang melawan Belanda. Masyarakat
setempat meyakini bahwa Mbah Dipoyudo adalah suami dari Nyai Pudarwangi yang
sama-sama membantu Pangeran Diponegoro dalam bertempur. Dua tokoh tersebut
tidak diketahui makamnya. Selanjutnya, Kyai Jembangan yang bernama asli Surodipo.
Tokoh ini tidak diketahui riwayat lengkapnya, hanya disebut Kyai Jembangan lantaran
daerah makamnya banyak ditemukan jembangan atau kubangan air.
132
Kampung bekas pusat pemerintahan yang terletak di Kelurahan Tidar ini, juga
Kampung Tidar Warung dan Tidar Campur, menjadi penjaga mitologi Gunung Tidar.
Di dekatnya ada gunung berketinggian 503 meter itu, kata “Tidar” kian meresap dalam
ingatan sejarah.
Dalam legenda masyarakat, Gunung Tidar disebut sebagai “Pakunya Pulau Jawa”.
Menurut cerita rakyat, Gunung Tidar merupakan gunung yang sepi, tiada orang yang
berani mendatangi kawasan ini. Gunung dihuni lelembut dengan pimpinan Sabdo Palon
atau Kyai Semar yang bersemayam selama ribuan tahun di puncak Tidar. Kyai Semar
mengutus anak buahnya berupa raksasa memangsa saban orang yang datang ke Gunung
Tidar. Realitas ini dipahami sebagai sandungan islamisasi di tanah Jawa.
Datanglah Syekh Subakir, ulama dari Persia hendak menyebarkan Islam atas perintah
Sultan Muhammad Al-Fatih di Istanbul. Tradisi lisan menempatkan tokoh ini sebagai
132 Wawancara dengan juru kunci makam Kyai Jembangan, (7 Maret 2018. Jam 12.37 sd 12.48).