Page 191 - Toponim Magelang_Final
P. 191
178 Toponim Kota Magelang
generasi awal Wali Sanga. Syekh Subakir yang linuwih menancapkan tumbal batu hitam
di puncak Tidar. Para penghuni gunung kalah, dan menepi ke sudut terpencil tanah
Jawa. Tokoh ini dianggap berhasil, lalu gunung Tidar mulai banyak dikunjungi orang.
Syekh Subakir tinggal dan dimakamkan di atas gunung tersebut. Kuburan ini menjadi
tempat ziarah. Selain itu, ada tombak Kyai Sepanjang dengan panjang 7 meter milik
Syekh Subakir ikut dikebumikan.
Mitos perkembangan islamisasi di area Tidar masuk akal dengan disebutkan adanya
padepokan dalam Serat Centhini karangan pujangga Keraton Kasunanan bersama para
santri. Suatu hari, di padepokan di Gunung Tidar datang Mas Cebolang diiringi keempat
santrinya, yakni Palakarti, Kartipala, Saloka, dan Nurwitri. Mas Cebolang bertandang
ke Magelang bertamu pada Seh Wakidiyat yang berada di padepokan Gunung Tidar
setelah mereka berjalan jauh melewati Gunung Merapi selama berhari-hari. Saat itu,
Mas Cebolang bersama santrinya disambut baik oleh Seh Wakidiyat, dan dijamu aneka
makanan enak. Antara lain, sekul liwet aneng cething, myang ulam aneng ing dhulang, jangan
133
sambel sarem petis, lalaban sledri ketimun, dan cipir boncis kacang kapri.
Cerita dibeberkan dalam Serat Centhini ini membawa pesan historis bahwa daerah
Gunung Tidar yang subur dengan bahan makanan, mulai dihuni komunitas Islam yang
mendalami ilmu agama. Di sela kegiatan agama, mereka juga memelihara ikan (ulam)
dan bertanam sayuran di kebun untuk dikonsumsi.
Mengunjungi puncak Gunung Tidar tidak butuh waktu 1 jam. Gunung terlihat alami
berkat pepohonan dan tanaman buah seperti salak, hasil penghijauan era 1960-an. Di
puncak, terdapat lapangan luas, dan di tengahnya bercokol tugu dengan simbol “So”
dalam huruf Jawa dalam 3 sisinya. Juru kunci setempat menjelaskan, tulisan itu berarti
Sopo Salah Seleh. Atau, siapa yang salah sebaiknya mengakui kesalahannya.
Sisi utara dan barat Gunung Tidar dibatasi lahan militer. Sisi timur dan selatan diapit
kompleks makam kotapraja dengan bukti yang tandus. Dalam Arsip Surat Dewan
Kotapraja Magelang No. 233/57 tahun 1925 disebutkan, pemerintah kotapraja jika
memperoleh hak mengelola gunung, akan dibuka beberapa jalan untuk pendaki,
dan menanam pohon peneduh di puncak. Upaya ini bakal menarik perhatian banyak
pengunjung karena terhampar panorama indah di seluruh wilayah sekitarnya Gunung
133 Serat Centhini (1823-1832).