Page 195 - Toponim Magelang_Final
P. 195

182         Toponim Kota Magelang












                                  pada sistem apanage. Nilai komunalisme, kontrol sosial, dan nilai adat yang merakyat
                                  di Magelang terjaga dengan adanya peran tokoh bijak seperti Kyai Duda.

                                  Ada versi lain tentang Kyai Duda yang perlu dijabarkan di sini. Dalam lingkungan
                                  Kerajaan Surakarta, terdapat folklor yang sampai kini terawat, yakni Kyai Duda berujud
                                  dandang untuk menanak nasi pada malam Garebeg Mulud Dal di dapur istana. Ritual ini
                                  berfungsi pula untuk memelihara cerita rakyat Jaka Tarub-Dewi Nawangwulan yang
                                  akrab dalam kebudayaan petani bercorak agraris. Diperlihatkan kegiatan menanak nasi
                                  bagi orang Jawa dianggap lebih penting ketimbang makan. Sebab, menanak nasi adalah
                                  bagian dari proses pertama bagaimana orang Jawa berjuang agar bisa hidup (setelah
                                  menanam), sedangkan  makan hanyalah  proses akhir. Masyarakat Magelang  yang
                                  bercorak agraris tentu tak asing dengan cerita Jaka Tarub-Dewi Nawangwulan yang
                                  ditutur ulangkan lintas generasi.


                                  Selain punden Kyai Duda, terdapat suatu situs bersejarah berupa batu-batu besar di
                                  Kampung Dudan. Di situs ini ditemukan batu yang menyerupai gong dan beberapa
                                  batu umpak. Masyarakat lokal mempercayai bahwa batu umpak ini merupakan suatu
                                  mesjid yang tidak jadi dibangun oleh seorang wali. . Masjid dimaknai bukan sekadar
                                                                             138
                                  ruang ibadah, masyarakat Kampung  Dudan menempatkan bangunan bersejarah  itu
                                  sebagai penjaga memori. Muncul penafsiran bahwa Kampung Dudan dan Magelang
                                  umumnya di era Kerajaan Mataram Islam sudah banyak yang memeluk agama Islam.
                                  Tafsir ini diperkuat dengan  keterangan dari majalah  Kajawèn (1935)  terbitan Balai
                                  Pustaka sebagai berikut:

                                      “Saking kawicaksananipun ingkang bupati ing Magêlang, ingkang makatên wau inggih
                                      lajêng dipun uningani saha lajêng dipun santosani pisan, inggih punika kalampahan
                                      sabawah Magêlang ngriku kathah mêsjid-mêsjid ingkang dipun saèkakên saha dipun
                                      agêngakên, ingkang waragadipun botên sakêdhik. Dene ingkang kangge waragad-
                                      waragad anyaèkakên utawi ngagêngakên mêsjid-mêsjid wau, ingkang sabagiyan agêng
                                      mêndhêt saking kas dhusun.”
                                                            139






                                  138  Wawancara dengan Bapak Priyatno, (3 Maret 2018. Jam 14.40 sd 15.03).

                                  139  Majalah Kajawèn. (Batavia: Balai Pustaka, 1935).
   190   191   192   193   194   195   196   197   198   199   200