Page 37 - Toponim Magelang_Final
P. 37
24 Toponim Kota Magelang
Pada 3 September 1945, barisan Pelopor bergerak bareng rakyat ke rumah Soeroso
pukul 21.00. Mereka menuntut Soeroso mengumumkan secara resmi kemerdekaan
RI ke rakyat Magelang. Juga menyatakan kebulatan tekad Karesidenan Kedu adalah
bagian wilayah RI. Akhirnya, Soeroso memenuhi desakan itu dengan berpesan supaya
jangan terlalu gembira untuk menjaga perasaan Jepang yang kalah perang. Di Magelang
dibentuk BKR dari anggota KNIL, Peta dan Heiho. Misalnya, Moh. Sarbini, A. Yani,
Maryadi, Kun Khamdani, Slamet Soedibyo, Soerjo Soempeno, Soeatman dan lainnya. 45
Barisan Pelopor keliling Kotapraja Magelang “koar-koar” berita kemerdekaan agar lekas
sampai di tengah rakyat. Serombongan pemuda sedang berjalan ke alun-alun untuk apel
sore. Dalam perjalanan, mereka memergoki 2 tentara Jepang menurunkan Bendera
Merah Putih yang berkibar. Mereka marah menyaksikan peristiwa itu, lantas meminta
bendera itu dikibarkan lagi. Namun, Jepang yang berjaga di muka Hotel Nitaka emoh
mengibarkan Sang Saka Merah Putih, memilih mengibarkan Bendera Hinomaru.
Sederet pemuda berupaya mengibarkan Merah Putih, tapi Jepang mengepungnya.
Bentrok pun tak terhindar, dan tidak imbang. Dalam duel ini, 3 pemuda Magelang
46
mati terkena tembakan senapan Jepang. Kejadian penting lainnya ialah pembantaian
penduduk Dusun Tulung Magelang sekitar 50 orang oleh tentara Jepang yang merangsek
dari Semarang pertengahan Oktober. Kasus ini memicu pecahnya pertempuran 3 hari
di Magelang.
Pada 19 Desember 1948, pasukan Belanda bercokol di Gombong sejak Agresi Belanda
I mulai bergerak ke Purworejo dan Magelang. Sehari kemudian, Belanda memasuki
Magelang tanpa memperoleh perlawanan rakyat yang berarti. Pasukan TNI bersama
warga lokal lalu melancarkan aksi “bumi hangus”. Jembatan Krasak penghubung
Magelang dengan Yogyakarta dihancurkan berbekal peralatan seadanya. Kota lengang.
Rakyat mengungsi ke luar Magelang. Selepas rakyat memasuki Kecamatan Tegalrejo
dan Candimulyo, Jembatan Elo dipasang peledak oleh TNI guna menghambat langkah
pasukan Belanda. Demikian pula Jembatan Sungai Progo, dipasangi peledak dan
meledak kendati tidak membuat kerusakan yang berarti.
Pada 19 Desember 1948, R. Joedodibroto sebagai “nahkoda” Magelang tidak dapat
45 Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. Sejarah Jawa Tengah. (Jakarta: Depdikbud,,
1978). hlm. 55.
46 Madjiono. Sejarah Perjuangan Masyarakat Kota Magelang di Masa Perjuangan Phisik 1945-1950,
(Magelang: Dewan Harian Cabang Angkatan 45, 2003). hlm. 12.