Page 38 - Toponim Magelang_Final
P. 38
Toponim Kota Magelang 25
menjalankan roda pemerintahan dengan stabil. Kantor Pemerintahan di Magelang
selalu berpindah dari pengungsian satu ke pengungsian lainnya. Kegiatan politik juga
dibatasi oleh Belanda, sehingga sukar dilaksanakan secara leluasa.
Setelah agresi militer, tahun 1951, kondisi keuangan pemerintah Magelang limbung.
Hal itu disampaikan Judodibroto kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara
(DPRDS). Menanggapi keluhan ini, DPRDS menaikkan beberapa tarif retribusi dan
47
pajak demi meringankan beban pemerintah. Dengan upaya ini, pemerintah merasa
terbantu. Hingga mampu menyediakan hadiah lebaran dan meminjami uang tanpa
bunga bagi pegawai dengan pengembalian secara dicicil. Juga menyediakan penginapan
ke anggota DPRDS ketika bersidang. Jelang Judodibroto lengser, pemerintah mulai
menggarap ekonomi warga dengan mendirikan Bank Pasar, meski kenyataannya bank
ini tidak berkembang baik.
Akhir 1960-an, pemerintah Magelang menyasar pembangunan fasilitas perkantoran
dan sekolah yang terkena aksi bumi hangus. Walikota Dr. Moh Subroto (1966-1978)
merintis pembangunan gedung pendidikan dengan meluncurkan program pajak
sekolah. Saban anak dikenai biaya Rp.50,-. Dalam jangka setahun, dapat dibangun
23 unit SD. Pajak sekolah dihentikan tahun 1974 lantaran terdapat peraturan SPP.
48
Pembangunan gedung dan fasilitas publik dilanjutkan walikota baru Drs. A. Bagus
Panuntun.
47 Arsip Kabupaten Magelang dari Masa ke Masa. Pemerintah Kabupaten Magelang, 2011. hlm. 49-
48.
48 Soekimin Adwiratmoko. Magelang Kota Harapan. (Magelang: Dinas Pendidikan Pemerintah Kota
Magelang, 1988). hlm. 76-77.