Page 127 - ASPPUK_FellowshipJurnalistik
P. 127
ketika hamil serta saat melahirkan atau berakhir. Permintaan pemerintah agar
hingga anak mencapai seribu hari pertama masyarakat banyak beraktivitas di rumah
kehidupan (HPK). membuat tingkat konsumsi makanan naik
dan memicu meningkatnya volume sampah.
Upaya mengurangi sampah pangan (organik)
yang dilakukan Lohjinawi merupakan contoh Riset Gita Pertiwi mengenai pola konsumsi
usaha berkelanjutan di Kota Bengawan. pada 2017 dan 2019, menyatakan warga
Perempuan Lohjinawi bisa menunjukkan Solo memiliki hobi kuliner. Warga Solo
bisnis makanan biasa dilakukan dengan bisa makan empat kali dalam sehari dan
cara menekan sampah organiknya sehingga hobi makancamilan. Mereka juga memiliki
tidak mencemari lingkungan. kebiasaan menyediakan makanan berlebih
saat menggelar hajatan.
Di Solo, volume sampah terus meroket.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Solo Akibatnya, makanan yang tidak dikonsumsi
mencatat produksi sampah harian di Solo menambah jumlah sampah organik. Padahal,
yang mencapai 313 ton/hari pada 2021, kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
meningkat menjadi 376 ton/hari (2022), dan Putri Cempo di Kelurahan Mojosongo,
419 ton/hari (2023). Mayoritas merupakan Kecamatan Jebres, Solo sudah overload
sampah organik. atau melebihi kapasitas.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kini, gunungan sampah di TPA seluas 17
Yayasan Gita Pertiwi yang fokuskan pada isu hektare itu sudah mencapai lebih dari
pelestarian lingkungan mencatat setiap hari 25 meter. Jangan tanya baunya, pasti
satu keluarga di Kota Solo menghasilkan menyengat karena penuh sampah organik.
sampah rata-rata 0,49 kg pada 2018.
Volume ini meningkat menjadi 0,73 kg Sampah TPA Putri Cempo berasal dari 54
pada 2021 saat pandemi Covid-19 belum kelurahan di Kota Solo. Sampah diangkut
Fellowship Jurnalistik Perempuan, Bisnis Berkelanjutan dan Perubahan Iklim 127