Page 23 - ASPPUK_FellowshipJurnalistik
P. 23
Dari bermacam karya tenun seperti syal, mereka membawa 10 tikar dan sejumlah
taplak meja, kain bermotif serta rompi. tenun, anyaman keranjang, obat-obatan,
Harga termurah adalah syal kecil yang dan pewarna alam. Seluruhnya habis terjual.
dibandrol Rp 150 ribu per helai.
Sejumlah agenda yang diselenggarakan
Lidia mengungkapkan pendapatan pemerintah daerah, gereja serta organisasi
dari kerajinan ini bisa digunakan untuk nonpemerintah juga dijadikan ajang promosi
membiayai pendidikan anak remaja lelakinya kerajinan HHBK dari hutan adat Dayak Iban
yang duduk di bangku SMA. Sungai Utik.
“Kalau betul-betul fokus, pendapatan bisa “Produk kami disukai karena kualitasnya
mencapai Rp 5 juta per bulan. Tapi sering bagus dan menggunakan bahan dan
teralihkan dengan kesibukan lain seperti pewarna alami dari hutan kami. Maka kami
ke ladang, acara gereja, termasuk kalau bersama-sama menjaga hutan yang akan
ada musibah, ada anggota rumah panjang diwariskan kepada anak-anak perempuan
meninggal, otomatis harus puasa menenun penerus budaya tenun dan anyaman,”
dan menganyam,” katanya. katanya.
Jauh sebelum istilah hilirisasi viral di jagat
maya, orang Dayak Iban telah menerapkan Ekonomi hijau
praktik ini. Bahkan praktik ekonomi hijau
pun sangat akrab dengan masyarakat adat Hilirisasi adalah strategi untuk meningkatkan
ini. nilai tambah suatu produk atau komoditas
Ketua Kelompok Telaga Kumang Sungai Utik, dengan cara mengubahnya menjadi produk
Maryetha Samay yang mengorganisir para yang lebih kompleks atau memiliki nilai
perajin tenun dan anyaman di Dusun Sungai tambah lebih tinggi. Suatu bahan akan
Utik mengatakan produk mereka sudah dibuat menjadi produk yang lebih bervariasi,
mulai dikenal. Sebabnya, produk mereka berkualitas, dan diminati oleh pasar.
kerap dipamerkan di lingkup pertemuan Tenun Dayak Iban yang memakai pewarna
masyarakat adat tingkat nasional. alam merupakan salah satu strategi untuk
meningkatkan nilai ekonomi produk tenun
“Kami sudah beberapa kali membawa hasil
kerajinan anyaman dan tenun ke pameran itu sendiri tanpa meninggalkan kaidah alam.
di Jakarta dan Bali, sambutan konsumen Meski bernilai jual tinggi, sayangnya produk
sangat baik. Setiap produk yang kami bawa tenun berpewarna alam ini masih terbatas
pasti habis terjual,” kata Maryetha. pemasarannya. Kondisi ini mendorong
Ia pun menceritakan pengalaman saat Asosiasi Perempuan Pendamping Usaha
pameran di Bali pada 2012. Mereka Kecil (ASPPUK) mendampingi komunitas
membawa 50 tikar anyaman berbahan masyarakat Dayak Iban, pada kurun 2016
bemban yang habis terjual. Harganya hingga 2019.
berkisar Rp 500 ribu hingga Rp1 juta per Selain pendampingan dalam pelestarian
lembar. tenun pewarna alam, ASPPUK juga mencoba
mempromosikan kain tenun pewarna alam
Lalu saat pameran dalam rangka hari
masyarakat adat di Jakarta pada 2018, ke pasar global. ASPPUK membawa tenun
Dayak Iban ke New York Fashion Week.
Fellowship Jurnalistik Perempuan, Bisnis Berkelanjutan dan Perubahan Iklim 23