Page 20 - ASPPUK_FellowshipJurnalistik
P. 20

Daun engkerbai atau daun salung (Psychotria  selama 60 menit.
            viridiflora) adalah jenis perdu yang banyak
            tumbuh di hutan adat Menua Sungai Utik.          Sebelumnya, perempuan Dayak Iban
            Daun ini adalah salah satu jenis tumbuhan        menanam  pohon kapas untuk  dijadikan
            yang dijadikan bahan pewarna alami tenun         benang. Namun  saat  ini, benang cukup
            ikat khas Dayak Iban.                            mudah  didapatkan di pasar sehingga
                                                             mereka  tidak  lagi  menanam  pohon  kapas.
            Setelah berjalan selama 30 menit ke dalam  Proses  pencelupan  benang tenun  dilakukan
            hutan,  Lidia menemukan satu  pohon  tiga  hingga  empat  kali  untuk  mendapatkan
            engkerbai untuk diambil daunnya.                 warna merah terang.

            “Hanya daunnya saja  yang diambil.  Lidia  baru  melakukan  pewarnaan benang
            Batangnya  tidak  boleh  dipatahkan,  karena  satu kali  lalu tertunda karena  ada  masa
            nanti akan tumbuh lagi daunnya,” kata Lidia.  berkabung.  Masyarakat  adat  Dayak Iban
                                                             wajib   menjalani    pelbagai    pantangan,
            Dibantu anak lelakinya, ia memetik bagian        termasuk menenun dan menganyam.
            daun engkerbai dan dimasukkan  ke
            keranjang rotan lalu bergeser ke tempat lain  Setelah didiamkan satu jam, benang di angin
            berjarak 100 meter untuk mengambil batang  -  anginkan lalu  kembali  dicelupkan  hingga
            bemban  atau bamban  (Donax canniformis),  tiga kali. Setelah itu, benang siap ditenun.
            bahan baku anyaman.

            Batang     bemban      disayat    memanjang      Hasil hutan
            bagian kulitnya yang berwarna hijau untuk
            dijadikan bahan anyaman. Bagian tengahnya  Hutan adat Dayak Iban Menua Sungai Utik
            (empulur) biasanya dibuang.                      terletak di Desa  Batu  Lintang Kecamatan
                                                             Embaloh Hulu  Kabupaten Kapuas  Hulu,
            Setelah diolah dan dijemur,  warnanya            Kalimantan Barat.
            berubah menjadi coklat mengkilap. Batang
            juga jadi lebih halus tapi kuat sebagai bahan  Pada 2020, pemerintah mengakui  dan
            anyaman keranjang atau tikar.                    menetapkan      hutan    adat    masyarakat
                                                             adat  Dayak  Iban  Menua  Sungai  Utik
            Setelah mengambil  kedua  tumbuhan  itu,         Ketemenggungan Jalai Lintang seluas 9.480
            mereka  beranjak pulang ke  dusun karena         hektare (ha).
            senja telah tiba.
                                                             Hutan adat ini  adalah  rumah bagi
            Tiba di rumah panjang, Lidia langsung ke         keanekaragaman       hayati    yang     telah
            dapur, menyalakan api untuk  merebus             menghidupi     masyarakat     adat    Dayak
            daun  engkerbai.  Malam  nanti,  ia  akan        Iban selama ratusan  tahun.  Termasuk
            mencelupkan  benang tenun  ikat  ke              juga jadi rumah bagi burung  kuau  raja
            dalam air rebusan daun engkerbai untuk           (Argusianus  argus),  yang  diklasifikasikan
            mendapatkan warna merah alami.
                                                             sebagai satwa hampir terancam  dalam
            Air rebusan daun engkerbai dimasukkan  daftar  merah  International  Union  for
            dalam baskom hitam lalu di tunggu hingga  Conservation  of  Nature  (IUCN),  burung
            suhunya hangat. Selanjutnya ia mencelupkan  kucica  hutan  (Kittacincla  malabarica) dan
            dan merendam seluruh  bagian benang ke  burung  rangkong gading (Rhinoplax vigil),
            dalam  baskom  dan selanjutnya didiamkan  terdaftar sebagai satwa nyaris punah pada


            20         Fellowship Jurnalistik Perempuan, Bisnis Berkelanjutan dan Perubahan Iklim
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25