Page 40 - ORASI ILMIAH PROF. DR. POPPY ANDI LOLO SH. MH.
P. 40
39
perbuatan pidana harus dirumuskan dalam bentuk undang-undang (act),
tanpa undang-undang maka tidak ada perbuatan pidana. Hal ini sesuai
dengan pandangan Alison N. Steward bahwa :
“untuk menentukan suatu perbuatan dapat dipidana, menurut ilmu
hukum pidana harus dituangkan dalam Undang-undang, sehingga
kerapkali hukum pidana dikenal sebagai hukum undang-undang. Di
dalam Undang-undang tersebut, dirumuskan perbuatan yang dilarang,
ataupun merumuskan unsur-unsurnya. Tanpa rumusan perbuatan
42
yang dilarang, maka suatu perbuatan tidak dapat dipidana .
Berdasarkan pandangan tersebut dapat dipahami bahwa sebelum
menjadi undang-undang perumusan unsur-unsur tersebut dimulai dari
kebijakan pidana yaitu suatu proses penentuan dan penetapan perbuatan-
perbuatan mana yang tergolong kejahatan atau bukan. Perumusan unsur-
unsur yang perlu dimasukkan dalam undang-undang berkaitan dengan
konsepsi ilmu pengetahuan hukum pidana (kriminologi) dan persepsi
masyarakat terhadap hubungan-hubungan sosial yang terjadi dalam
masyarakat. Dari sisi ini, penting mengacu pada teori interaksionisme
sebagai dasar dalam menelaah aspek kriminologis Tindak Pidana
Perdagangan Orang (TPPO) sebagai kejahatan luar biasa. Beberapa
pendapat yang diacu dalam menganalisis interaksi sosial dalam kaitannya
dengan terciptanya kejahatan perdagangan orang dalam masyarakat adalah
pandangan Max Weber, Emile Durkheim dan George Herbert Mead.
Menurut Weber, bahwa ”all human behavior when and insolar as the acting
42 Lihat Alison N. Steward, “International Human Rights Law Group”, 1998,
”Perdagangan Perempuan, Migrasi dan Kekerasan Terhadap Perempuan: Penyebab dan
Akibatnya”, Publikasi Komnas Perempuan, hal. 7.