Page 184 - S Pelabuhan 15.indd
P. 184
Tangerang, Kabupaten Pandeglang, dan sebagian besar Kabupaten Serang. Adapun
daerah Lebak Tengah dan sebagian kecil Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian
berkisar 201 – 2.000 meter dpl dan daerah Lebak Timur memiliki ketinggian 501
– 2.000 meter dpl yang terdapat di Puncak Gunung Sanggabuana dan Gunung
Halimun.
Kondisi topografi suatu wilayah berkaitan dengan bentuk morfologi. Morfologi
wilayah Banten secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu morfologi dataran,
perbukitan landai-sedang (bergelombang rendah-sedang) dan perbukitan terjal.
Morfologi Dataran Rendah umumnya terdapat di daerah bagian utara dan sebagian
selatan. Wilayah dataran merupakan wilayah yang mempunyai ketinggian kurang
dari 50 meter dpl (di atas permukaan laut) sampai wilayah pantai yang mempunyai
ketinggian 0 – 1 meter dpl. Morfologi Perbukitan Bergelombang Rendah - Sedang
sebagian besar menempati daerah bagian tengah wilayah kajian. Wilayah perbukitan
terletak pada wilayah yang mempunyai ketinggian minimum 50 meter dpl. Di
bagian utara Kota Cilegon terdapat wilayah puncak Gunung Gede yang memiliki
ketingian maksimum 553 meter dpl, sedangkan perbukitan di Kabupaten Serang
terdapat wilayah selatan Kecamatan Mancak dan Waringin Kurung dan di Kabupaten
Pandeglang wilayah perbukitan berada di selatan.
Nama Banten pertama kali muncul dalam laporan perjalanan Tomé Pires (1513)
sebagai salah satu bandar Kerajaan Sunda yang cukup ramai. Dikatakan bahwa
Banten merupakan sebuah kota niaga yang baik, terletak di tepi sebatang sungai. Kota
itu dikepalai oleh seorang syahbandar, dan wilayah niaganya menjangkau Sumatera,
terutama Lampung. Banten merupakan sebuah bandar yang besar, dan melalui
bandar itu diperdagangkan beras, lada, dan bahan makanan lain.
Kesaksian Tomé Pires itu dapat dijadikan petunjuk bahwa bandar Ban ten sudah
berperan sebelum berdiri Kesultanan Banten (1526). Jika berita-berita mengenai
Kerajaan Sunda dikaji ulang, dapat dipastikan bahwa kerajaan itu berdiri sekurang-
kurangnya pada pertengahan abad kesepuluh. Prasasti Juru Pengambat atau Prasasti
Kebon Kopi II (952 Masehi) yang berbahasa Melayu, menyebutkan antara lain “… ba
(r) pulihkan haji Sunda …” (“memulihkan (kekuasaan) raja Sunda.” Bahkan, Carita
Parahyangan memberikan kemungkinan bahwa kerajaan itu sudah berdiri menjelang
akhir abad ketujuh dengan menyebutkan bahwa Sañjaya (yang dikenal juga dalam
172 Prasasti Canggal, 732 Masehi) adalah menantu Mahārāja Tarusbawa, Raja Sunda.