Page 194 - S Pelabuhan 15.indd
P. 194
Secara keseluruhan dataran Jakarta merupakan dataran aluvial puing berkipas.
Dataran ini terbentuk sebagai akibat meletusnya gunungapi Salak. Sebelah selatan
Jakarta merupakan daerah pegunungan dengan curah hujan tinggi, dimana berhulu
10 sungai besar yang membelah Jakarta. Di antara sungai-sungai yang bermuara di
teluk Jakarta itu adalah Sungai Ciliwung, Sungai Cisadane, Sungai Pesanggrahan, dan
Sungai Cakung. Sungai Ciliwung merupakan urat nadi kehidupan Jakarta. Pada masa
lampau barang-barang komoditi perdagangan dibawa dari pedalaman dan dipasarkan
di Jakarta. Sejak jaman prasejarah, di tepian Ciliwung sudah banyak dihuni manusia.
Mereka mengelompok di beberapa tempat dalam jumlah yang kecil.
11.1 Sunda Kalapa
Pada awalnya, jauh sebelum masa sejarah di daerah aliran sungai Cisadane (sebelah
barat Jakarta), di daerah aliran sungai Ciliwung, dan di daerah aliran sungai Bekasi
dan Citarum (sebelah timur Jakarta) terdapat kelompok-kelompok pemukiman.
Kelompok-kelompok pemukiman ini lama kelamaan berkembang menjadi kampung.
Adalah sekelompok pemukiman yang kemudian berkembang menjadi sebuah
kampung di daerah muara sungai Ciliwung. Mungkin karena lokasinya yang strategis
di muara sungai dan sungai Ciliwung berhubungan langsung dengan kelompok
pemukiman yang lebih besar di daerah hulunya, kampung ini lama kelamaan
berkembang menjadi sebuah bandar.
Kampung yang kemudian menjadi bandar tadi, lama kelamaan menjadi besar dan
banyak disinggahi kapal dari berbagai tempat. Melalui sungai Ciliwung bandar
yang kemudian bernama Sunda Kalapa berhubungan dengan ibukota kerajaan
Sunda. Ibu kota kerajaan Sunda yang dikenal sebagai Dayeuh Pakwan Pajajaran atau
Pajajaran dapat ditempuh dari pelabuhan Sunda Kalapa selama dua hari perjalanan.
Sunda Kalapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Sunda selain
pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk. Sunda Kalapa yang
dalam sumber Portugis disebut Kalapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena
dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama “Dayo” (dalam
bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti ibu kota) dalam tempo dua hari. Ibukota
kerajaan sendiri terletak di Batutulis, Bogor.
182