Page 196 - S Pelabuhan 15.indd
P. 196

ketika masih menjadi putra mahkota Sunda sempat mengunjungi Malaka tahun

                                     1511. Selanjutnya, pada 21 Agustus 1522 disepakati sebuah perjanjian persahabatan
                                     antara Kerajaan Sunda dan Kerajaan Portugal. Isi perjanjian itu adalah bahwa Portugis
                                     bersedia membantu Sunda apabila sewaktu-waktu Sunda diserang oleh orang-orang
                                     Islam. Sebagai imbalannya, pihak Portugis diperkenankan mendirikan loji/benteng

                                     di bandar Banten, dan diberi hak memperoleh 350 kwintal lada setiap tahunnya.
                                     Dari pihak Sunda yang menandatangani perjanjian itu adalah Sanghyang sendiri
                                     dengan tiga orang pembantu utamanya masing-masing Mandari Tadam (= mantri
                                     dalem), Tamungo Sanque de Pate (= tuměnggung sang adipati) dan Bengar, Xabandar

                                     (=  syahbandar), sedangkan dari pihak Portugis wakil-wakilnya ialah Fernando de
                                     Almeida, Francisco Aněs, Manuel Mendes, Joao Countinho, Gil Barboza,  Tomé
                                     Pinto, Sebastian do Rego, dan Francisco Diaz.


                                     Sebagai tanda perjanjian tersebut, sebuah tugu batu besar yang ditanam di pantai
                                     kala itu. Batu yang disebut padrão itu ditemukan kembali pada tahun 1918, waktu
                                     dilakukan penggalian untuk membangun rumah baru di pojok persimpangan Prinsen

                                     Straat dan Groene Straat di Jakarta Kota. Jalan-jalan itu sekarang bernama Jl Cengkeh
                                     dan Jl Nelayan Timur. Adapun tugu batu padrão sekarang disimpan dalam Museum
                                     Nasional di Jl. Medan Merdeka Barat. Lokasi semula batu ini menunjukkan, bahwa
                                     pantai pada awal abad ke-16, kurang lebih lurus dengan garis yang kini menjadi Jl.

                                     Nelayan.

                                     Kantor dagang (loji) tidak pernah dibangun di Banten seperti yang disepakati dalam
                                     padrão, tetapi Portugis tetap menginginkan didirikan di Kalapa. Karena itulah padrão

                                     didirikan di sebelah timur muara sungai Ciliwung. Meskipun telah ada perjanjian
                                     pakta pertahanan dengan Portugis, namun bantuan Portugis dalam mempertahankan
                                     Kalapa tidak pernah terjadi. Hal ini disebabkan karena Francisco de Saä yang

                                     ditugaskan melaksanakan perjanjian tersebut, baru saja berangkat menuju India pada
                                     tahun 1524, dan tiba di Kalapa tahun 1527. Ketika ia tiba, Kalapa sudah dikuasai
                                     oleh pasukan Islam yang dipimpin oleh Falatehan dari Cirebon dan dibantu oleh
                                     Demak. Falatehan mengganti nama kota tersebut menjadi Jayakarta yang berarti
                                     “kota kemenangan”. Selanjutnya Sunan Gunung Jati (Falatehan) dari Cirebon,

                                     menyerahkan pemerintahan di Jayakarta kepada putranya yaitu Maulana Hasanuddin
                                     yang menjadi sultan di Banten.


      184
   191   192   193   194   195   196   197   198   199   200   201