Page 199 - S Pelabuhan 15.indd
P. 199
ATLAS PELABUHAN-PELABUHAN BERSEJARAH DI INDONESIA
bersekutu dengan Demak, menyerbu Sunda Kalapa dengan 1.452 orang tentara.
Dan sejak itu, penduduk Sunda yang terkalahkan mundur ke arah Bogor. Adapun
Jayakarta (nama baru Sunda Kalapa sejak 1527) dihuni oleh ‘Orang Banten’ yang
terdiri dari orang yang berasal dari Demak dan Cirebon bersama saudagar-saudagar
Arab dan Cina di muara Ciliwung. Adapun penguasaannya berada di bawah Cirebon
dan untuk kemudian di bawah Banten.
Orang Portugis merupakan orang Eropa pertama yang datang ke Jakarta. Pada abad
ke-16, Surawisesa, raja Sunda meminta bantuan Portugis yang ada di Malaka untuk
mendirikan benteng di Sunda Kalapa sebagai perlindungan dari kemungkinan
serangan Cirebon yang akan memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Upaya permintaan
bantuan Surawisesa kepada Portugis di Malaka tersebut diabadikan oleh orang Sunda
dalam cerita pantun seloka Mundinglaya Dikusumah, dimana Surawisesa diselokakan
dengan nama gelarnya yaitu Mundinglaya. Namun sebelum pembangunan benteng
tersebut terlaksana, Cirebon yang dibantu Demak langsung menyerang pelabuhan
tersebut. Orang Sunda menyebut peristiwa ini tragedi, karena penyerangan tersebut
membumihanguskan kota pelabuhan tersebut dan membunuh banyak rakyat Sunda
disana termasuk syahbandar pelabuhan.
Pada awalnya Jayakarta merupakan daerah kepangeranan yang bernaung di bawah
Kesultanan Banten. Sebagai penguasa adalah Tubagus Angke (1570-1600-an), suami
dari Ratu Pembayun, putri Sultan Hasanuddin dari Kesultanan Banten. Kemudian
Jakarta dikuasai oleh Pangeran Jakarta atau Jayawikarta, anak dari Tubagus Angke.
Jayakarta masih bersaudara dengan keluarga Kesultanan Banten.
Dalam perselisihan antar bangsawan Banten, Pangeran Jayakarta dianggap netral.
Karena itu ia diangkat sebagai penengah dalam perselisihan itu. Scott melukiskan
pada tanggal 20 Oktober 1604, Pangeran Jayakarta datang dengan lebih dari 1500
pasukan menentang pemberontak untuk melawan dia dan pasukannya saja. Pada
akhirnya, nasib Pangeran Jayakarta dibuang karena oleh pihak Banten dianggap
terlalu memihak pada Belanda dan Inggris.
Keraton tempat Pangeran Jayakarta tinggal terletak di sebelah barat muara sungai
Ciliwung. Sebuah peta yang merupakan hasil rekonstruksi dari Ijzerman berdasarkan
sumber-sumber Portugis, menggambarkan bahwa kota Jayakarta terbentang di sebelah
sungai Ciliwung seperti halnya Sunda Kalapa. Terbentang antara dua batang sungai
187