Page 200 - S Pelabuhan 15.indd
P. 200
di utara dan selatannya serta sebatang anak sungai di sebelah baratnya, sehingga
tampak seolah-olah dikelilingi oleh sungai. Pusat kota Jayakarta letaknya di antara Jl
Kali Besar Barat dan Jl. Roa Malaka. Setelah VOC menyerbu dan menghancurkan
Jayakarta pada tahun 1619, tempat ini dijadikan gudang (loji) Inggris.
Kota Jayakarta bentuknya masih sangat sederhana, denah kota berbentuk empat
persegi panjang dengan ukuran luas sekitar 72.500 km². Letaknya di sebelah barat
sungai Ciliwung, sekitar 300 meter ke arah selatan dari garis pantai saat itu. Pusat
kota ada di bagian selatan dengan masjid, alun-alun, dan keraton yang merupakan
bangunan-bangunan utama dari sebuah kota tradisional, dan pasar berada di sebelah
utara kota.
Di sebelah timur sungai Ciliwung terdapat sebuah daerah yang disebut wilayah
Kiai Arya. Portugis merencanakan di daerah ini akan dibangun sebuah benteng
pertahanan. Namun rencana ini batal total karena Portugis berhasil dihalau oleh
Belanda. Di daerah ini juga terdapat perkampungan orang-orang Cina, Arab, dan
orang-orang asing lainnya. Sebelum tahun 1600 dan setelah Portugis dihalau dari
tempat ini, Belanda telah membangun benteng yang dikenal dengan nama Fort
Jacatra. Benteng ini berdenah bujursangkar dengan luas sekitar 14.400 meter², dan
di keempat sudutnya terdapat bastion. Di dalam benteng terdapat bangunan gudang
rempah bernama Mauritius (Nieuwe Huis), dan sebuah bangunan lagi yang bernama
Nassau (Oude Huis).
Jatuhnya Sunda Kalapa ke tangan Fatahillah pada 22 Juni 1627 menandai masuk
dan berkembangnya Islam di Sunda Kalapa dan bandar tersebut diganti namanya
menjadi Jayakarta (berarti “kota kemenangan atau kota kejayaan”) . Namun agaknya
kota ini terlalu “disibukkan” dengan urusan dagang, politik, dan peperangan sehingga
masalah pengembangan agama Islam kurang mendapat perhatian. Hasil-hasil budaya
benda (tangible) dari sekitar awal (abad ke-16) kedatangannya yang merupakan
bukti keberadaan agama Islam di Jakarta nyaris tidak ditemukan. Bangunan masjid
tertua yang masih ada tetapi telah mengalami perombakan besar-besaran adalah
Masjid Angke (sekarang dikenal dengan nama Masjid al-Anwar). Sangat disayangkan
bangunan-bangunan masjid yang merupakan bukti awal Islam di Jakarta sudah
punah, bisa karena dibongkar, bisa juga karena direnovasi sesuai dengan kebutuhan.
188