Page 296 - S Pelabuhan 15.indd
P. 296

diduduki. Setelah itu muncul kekuatan baru dalam perdagangan di Ende, justru

                                     dipelopori oleh Residen Timor, Gronovius. Dengan bekerja sama dengan seorang
                                     pedagang Arab, Syarif Abulrahman mereka mengendalikan perdagangan di Ende.
                                     Selain ingin mendapatkan hasil-hasil hutan, seperti lilin, lebah, kayu cendana dan
                                     sarang burung, Syarif Abdulrahman bekerjasama dengan para penguasa Sumba untuk

                                     mengembangkan perdagangan ternak, terutama kuda.

                                     Menurut laporan Residen Timor kepada Gubernur Jenderal tanggal 20 Januari 1839

                                     pelabuhan Ende merupakan pelabuhan dagang yang ramai dikunjungi oleh kapal-
                                     kapal. Selain itu orang Ende juga mengembangkan pelayaran dan perdagangannya
                                     di tingkat lokal. Untuk mengatur pertukaran barang di pelabuhan Ende, Raja Ende
                                     mengangkat petugas yang disebut Raja Sabandar. Orang-orang Ende banyak berlayar

                                     ke Sumba untuk membeli kuda, kayu cendana, sarang burung, tripang dan terutama
                                     mereka juga melakukan perdagangan budak. Di pulau Sumba para Raja setempat
                                     juga menjual budak mereka kepada orang-orang Ende atau bahkan orang-orang Ende
                                     ini melakukan penyerangan dan penangkapan terhadap orang-orang yang mereka

                                     temui di desa-desa pantai.

                                     Kedudukan Pulau Sumba dalam pelayaran dan perdagangan di Nusantara juga

                                     sangat strategis, bahkan dalam laporan Residen Timor kepada Gubernur Jenderal
                                     tanggal 20 Januari 1839, menggambarkan posisi Pulau Sumba yang menjadi jalur
                                     pelayaran niaga lintas Amerika-Cina atau Eropa-Cina dan jalur Sumba-Australia
                                     Selatan. Namun demikian potensi ini tidak diimbangi dengan kekuatan yang cukup
                                     untuk mengawasi perdagangan tersebut sehingga pemerintah tidak cukup kuat untuk

                                     mengawasi masalah penyelundupan barang-barang yang keluar dan masuk, seperti
                                     perdagangan budak, perdagangan tripang dan rempah-rempah. Selain itu banyak para
                                     nelayan dari luar wilayah Keresidenan Timor yang mencari ikan diperairan laut Sawu

                                     seperti halnya para nelayan dari Ternate yang menangkap ikan di perairan Timor.
                                     Dilaporkan juga mata dagangan dari Sumba berupa, kayu cendana, sarang burung
                                     bermutu, tripang, kuda, kerbau dan domba. Pelabuhan Waingapu juga menjadi lebih
                                     ramai lagi karena berhasil dibudidayakan di Pulau Sumba antara lain tebu, indigo
                                     dan lada.


                                     Kalau pada abad ke-17, Solor merupakan pusat kegiatan perdagangan yang ramai,
                                     namun pada abad ke-19 kedudukan Solor digantikan oleh pelabuhan Waingapu di

      284                            pantai utara Sumba. Dari pelabuhan Waingapu inilah pada para pedagang Ende,
   291   292   293   294   295   296   297   298   299   300   301