Page 305 - S Pelabuhan 15.indd
P. 305
ATLAS PELABUHAN-PELABUHAN BERSEJARAH DI INDONESIA
Bagian utara Pulau Sawu lebih hijau dibandingkan bagian selatannya. Hembusan
angin kencang dari Lautan Hindia yang mengandung uap garam yang tinggi
membuat tanaman Sawu bagian barat dan timur mengering. Beberapa sungai yang
ada di Sawu merupakan sungai hujan yang berair ketika musim hujan dan kering
di musim kemarau, kecuali dibagian utara terdapat mata air sehingga air sungai
mengalir sepanjang tahun. Sawu memiliki dua pelabuhan, dibagian barat yaitu Haba
yang dipergunakan di musim kemarau dan di timur Pelabuhan Bolou dipakai pada
waktu musim hujan. Kedua pelabuhan ini memiliki jalur pelayaran rakyat ke Kupang
(Timor), Sumba, dan Ende (Flores).
Penduduk Sawu pernah berkurang banyak pada abad ke-19, akibat wabah cacar
(tahun 1869) dan kolera (tahun 1874 dan 1888). Penguasaan VOC atas Sawu sejak
tahun 1756 memberikan kewajiban bagi penduduk Sawu untuk menyediakan tentara
membantu VOC dalam perang di Timor dan juga memperkuat benteng di Kupang.
Keberanian orang Sawu yang berdinas dalam tentara, dimanfaatkan VOC dalam
ekspedisi militer menghentikan serangan orang-orang Ende dan untuk mendapatkan
budak di Sumba pada tahun 1838. Sebagian penduduk Sawu juga beremigrasi ke
Sumba Timur dan Membentuk perkampungan. Perpindahan ini di awali adanya
perkawinan antara” Raja “ Melolo di Sumba Timur dengan “ Raja” Sawu di Haba.
Dalam catatan Tahun 1876 ada laporan meningkatnya penduduk Sumba sebagai
peladang dan menyadap nira asal sawu sehingga memiliki kekuasaan yang besar.
Kebanyakan penduduk Sawu hidup sebagai peladang dan menyadap nira.
Ada hal yang menarik untuk diketahui dari fi losofi yang dimiliki oleh orang Sawu.
Mereka menganggap Pulaunya, Rai Hawu seperti mahluk hidup yang membujur
dengan kepala di Barat yaitu Mahara, Perut di Tengah Pulau, yaitu daerah Haba dan
Liae, sedangkan Dimu adalah ekor yang terletak di Timur. Namun demikian mereka
juga menganggap Pulau Sawu sebagai perahu, Wilayah Mahara di Bagian Barat yang
bergunung-gunung disebut Anjungan Tanah (Duru Rai) sedangankan di daerah
Dimu yang merupakan dataran rendah dianggap buritan (Wui Rai) .
Filosofi dan aturan perahu juga terlihat dalam pengaturan bagian kampung. Nama
sebutan kampung secara lengkap disebut Kampung Perahu (Rae Kowa). Bagian
kampung lebih tinggi disebut Anjungan perahu (Duru Rae). Di bagian buritan
Kampung Nira Lontar. Disebut kemudi kampung (Uli Rae).
293