Page 318 - S Pelabuhan 15.indd
P. 318
kayu yang baik untuk pembuatan kapal atau perahu. Pembuatan pisau atau pedang dari
besi dan kain tenun ‘toneti’ sangat dicari oleh para pedagang dari Seram dan Maluku
Utara, Sementara itu para pedagang dari Jawa, Melayu dan Banda tertarik dengan
perdagangan budak yang ramai di Butun untuk memasok kebutuhan budak di Jawa
dan Kalimantan Selatan yang mulai mengembangkan perkebunan lada. Selain orang
Buton, Muna, Moronene yang tinggal di pulau-pulau tersebut terdapat juga suku laut
yang dikenal dengan Orang Bajo. Mereka sangat aktif dalam perdagangan terutama
menjual hasil-hasil laut terutama mutiara, teripang, penyu dan juga hasil-hasil hutan
di sekitar pantai di mana mereka tinggal, seperti sarang burung, madu, kayu dan
kulit mangrov (bakau). Penduduk di Pulau Butun dan sekitarnya juga dikenal sebagai
nelayan dan penyelam mutiara yang sangat ulung yang berlayar bahkan sampai ke
Nusa Tenggara Timur dan Pantai-pantai di pesisir utara Benua Australia. Berdasarkan
laporan Pieterzoon Coen masyarakat Buton sejak awal abad ke-17 sudah dikenal
sebagai pembuat perahu yang besar di Nusantara, bahkan mencapai panjang 40 meter.
Tipe kapal jenis banya adalah perahu yang digunakan sebagai perahu perang Buton
yang berbobot 16 ton dangan awak 10 orang dengan membawa enam meriam. Selain
itu perahu jarangka dan sope-sope yang berbobot 5 ton umum dipakai pelaut Buton
pada abad ke-19, sedangkan perahu lambo merupakan adaptasi dari kapal-kapal Eropa
yang dibuat di Buton kemunculan kesultanan Butun juga tidak dapat dilepas dari
tradisi pelayaran dan pedagangan di Asia Tenggara. Perkembangan pelayaran menjadi
pelabuhan-pelabuhan diwilayah kesultanan menjadi ramai dan menumbuhkan pusat
politik yang mengatur perdagangan diwilayahnya untuk mendapatkan keuntungan
dari perdagangan. Secara konseptualmemunculkan port-polity, yaitu pemusatan
pelabuhan dan pintu gerbang (entreport)dengan pemerintahan (polity).
Pelabuhan Bau Bau yang terletak di bagian barat Buton yang menghadap ke pulau
Muna. Merupakan pelabuhan alam yang sangat baik bagi berlabuhnya perahu-
perahu dagang yang hendak singgah membongkar dan membeli muatan disana.
Bahkan ketika Jan Pieterzoon Coen berkunjung ke pelabuhan Bau Bau pada tahun
1613, dia mengatakan “di sini suatu pelabuhan yang sangat indah“ Kedatangan
kapal-kapal Inggris 1608, atau lima tahun sebelum kedatangan kapal-kapal Belanda
dilaporkan membeli cengkeh dan pala dalam jumlah besar dari penguasa Buton.
Namun demikian tiadanya rempah-rempah yang dihasilkan alam Buton menjadikan
hubungan dagang Inggris dengan Buton tidak terlalau pesat. Berbeda dengan Belanda
yang kemudian mengikat kontrak dengan penguasa Buton dalam hal perdagangan
306
dan juga pertahanan menghadapi ancaman dari Kesultanan Gowa.