Page 325 - S Pelabuhan 15.indd
P. 325
ATLAS PELABUHAN-PELABUHAN BERSEJARAH DI INDONESIA
bahwa di Kepulauan Banda terdapat 6 pulau, di mana 5 pulau menghasilkan pala dan
bunga pala. Pulau-pulau tersebut antara lain, pulau banda (lontor), pulau Run, Pulau
Ai, Pulau Neira, dan terakhir Pulau Rozengain. Sedangkan satu pulau lain yaitu pulau
gunung api tidak menghasilkan pala. Pires menyebut Pulau Banda sebagai tempat
tumbuhnya pohon pala (myristica fragrans), atau ‘ilhas de bimda homde nacemus mace’.
Pires menyebut buah pala seperti buah aprikot. Keterangan tentang nama pelabuhan
di Kepulauan Banda berdasarkan laporan Pires adalah Pelabuhan Celammon,
Olunatam, Lontar, dan Komber yang terletak di Pulau Banda (Cortesão 1967, 205-
206). Penduduk Kepulauan Banda sudah menganut agama Islam sejak akhir abad
ke-15, pada waktu itu jumlah penduduk sudah mencapai antara 2500-3000 jiwa, dan
di sepanjang pantai bermukim para pedagang muslim (moorish merchant). Menurut
Pires dalam setiap bulan, Kepulauan Banda dapat menghasilkan 500 bahar biji pala
atau setara dengan 125 ton, sedangkan bunga pala yang dihasilkan setiap tahunnya
hanya sebanyak 600 bahar. Di pulau lain yang tidak terdapat pelabuhan besar seperti
Pulau Ai, Run dan Neira, maka komoditas pala dan bunga pala dibawa ke Pulau
Banda (Lontor) untuk dijual kepada para pedagang asing.
Para pedagang dari Jawa dan Melayu banyak yang singgah ke Kepulauan Banda untuk
membeli pala dan bunga pala yang kemudian dipertukarkan dengan kain dan beras.
Menurut Pires beras selain dari Jawa juga didatangkan dari Bima, Sumbawa Timur.
Selain itu orang Banda juga dikenal sebagai pedangang dan pelaut yang ulung. Mereka Pulau Banda dan Pulau
terkadang membawa cengkeh dari Maluku Utara untuk dijual kepada pedagang asing Neira yang dipisahkan oleh
selat yang sempit 1883-1889
yang datang ke Banda. Selain pala dipelabuhan Banda
juga diperdagangkan burung kakak tua dan cendrawasih
yang sudah dikeringkan untuk dijual ke para pedagang
dari Asia Barat. Pada awal tahun 1600-an kongsi
dagang Belanda di Hindia Timur (VOC) menyebut
pedagang asal Kepulauan Banda sebagai ancaman yang
serius, sehingga Gubernur Jenderal VOC, J. P. Coen
menghancurkan Banda dengan serangan bersenjata
pada tahun 1621 (Andaya 1993, 164). Serangan VOC
ini berakibat sangat memilukan, penduduk yang tidak
mau bekerjasama dengan VOC dibantai dan 1000-an
313